Today :

Not found what you looking for?:

Rezim Sekarang Rezim Tiga Muka

Tindakan represif polisi dalam membubarkan massa yang menduduki pelabuhan Sape, Bima, bukanlah pengendalian tapi sudah penyerbuan dan pembantaian. Polisi telah memperlakukan rakyat sebagai musuh yang harus dibasmi. Jika sebelumnya rezim ini dikenal dengan rezim dua muka, yaitu rezim pembohong dan rezim korupsi, kini gelar itu makin lengkap menjadi rezim pembantai.

Demikian mengemuka dalam diskusi rutin yang diselenggarakan Rumah Perubahan 2.0 bertajuk

“Pencanangan 2012 sebagai Tahun Perubahan” pada Selasa (27/12)di Jakarta. Diskusi menghadirkan Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan Rizal Ramli, pakar hukum tata negara Irman Putrasidin, dan Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen (Purn) Tb Hasanuddin.

“Apa yang dilakukan Brimob di Bima bukanlah pengendalian, tapi sudah penyerbuan yang berujung pada pembantaian. Saudara-saudara lihat sendiri, ada segaris pasukan Brimob dengan senjata terkokang dan menghadap ke atas. Lalu mereka maju dan mengarahkan tembakan ke arah massa setinggi pinggang. Setelah itu beberapa demonstran ditangkap oleh dua atau lebih polisi dan diseret sambil dipukuli, ditendang, dan dipopor senjata. Ini jelas penyerbuan,” ujar Hasanuddin yang juga mantan Sekretaris Militer Presiden Megawati.

Dalam pertempuran saja, lanjut dia, tawanan perang hanya boleh diajukan dua pertanyaan. Yaitu pangkat dan nomer register. Tawanan tidak boleh telanjangi. Tapi di televisi, polisi menelanjangi massa yang sudah ditangkap dan disiksa. Ini secara jelas menunjukkan Polisi sudah menempatkan rakyat sebagai musuh.

“Pada kasus Bima, misalnya, negara justru mengatakan tindakan polisi sudah sesuai dengan prosedur tetap (Protap) dan terukur. Bahkan di Bima Wakapolri menyatakan tindakan polisi sudah sesuai dengan Undang-undang. Bayangkan, negara bisa menyatakan pembantaian terhadap rakyatnya sendiri sudah sesuai dengan Protap dan terukur. Bahkan atas nama UU, negara boleh membunuh rakyatnya sendiri. Kalau sudah begini, maka terlaknatlah negara ini,” tukas Hasanuddin dengan geram.

Rezim Pembantai Rakyat

Berkaitan dengan hal itu, tokoh nasional perubahan Rizal Ramli mengatakan negara seringkali tidak hadir ketika rakyat memerlukan perlindungan. Bahkan, negara cenderung terlalu berpihak kepada pemodal ketika terjadi konflik dengan rakyat. Inilah yang terjadi di Mesuji, Bima, Riau, Kalimantan, dan banyak daerah lain.

“Saat Gus Dur menjadi Presiden, polisi dipisahkan dari tentara dengan maksud agar polisi kita seperti polisi Inggris yang berwibawa dan dihormati rakyatnya. Di sana polisi hanya menggunakan pentungan, bukan senjata. Tapi apa yang dilakukan Brimob sungguh sangat brutal. Di Papua, Brimob membakar desa dan membantai warga. Begitu juga di Aceh, Riau, Kalimantan, dan di banyak daerah lain. Rezim sekarang tidak hanya rezim pembohong dan rezim korup, tetapi juga rezim pembantai. Ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut,” papar Rizal Ramli yang pernah menjabat Menko Perekonomian.

Sehubungan dengan itu, Rizal Ramli yakin bahwa tahun 2012 akan terjadi perubahan. Setidaknya ada empat faktor bahwa perubahan akan terjadi tahun depan. Pertama, tidak mungkin krisis di Eropa tidak berdampak ke Indonesia. Agar mampu bertahan, secara moneter dan fiskal Eropa akan mengetatkan likuiditas, yang akan berdampak penurunan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan suku bunga. Untuk itu, mereka akan terpaksa menarik likuiditasnya dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Jumlah uang panas saat ini sekitar 6 kali lipat dibandingkan tahun 1998. Dampak krisis Eropa akan mulai terasa pada kwartal pertama 2012.

Kedua, ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah sudah semakin besar, suasana yang nyaris sama menjelang kejatuhan Presiden Soeharto pada akhir 1997. Ketiga, kenaikan harga pangan yang makin tidak terkendali. Harga beras yang pada 2010 hanya Rp 6.000/kg, kini sudah hampir Rp 9.000/kg. Keempat, gerakan pemuda dan mahasiswa sudah semakin meluas ke daerah-daerah. Pada aksi hari antikorupsi sedunia 9 Desember silam, aksi terjadi di 56 kota seluruh Indonesia.

“Dengan fakta-fakta seperti itu, saya optimistis fajar perubahan akan segera terbit. Pergolakan di banyak daerah adalah isyarat nyata bahwa ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah sudah sangat merata. Tinggal tunggu waktu saja. Kalau ada yang mempertanyakan konsititusional tidaknya gerakan perubahan itu, nanti kita selenggarakan Pemilu yang dipercepat. Gitu aja kok repot?” ujar Rizal Ramli meniru Gus Dur. (mzs)

Menelisik Jejak Adik ‘Ipar’ Susilo Bambang Yudhoyono


Jakarta – KabarNet: Hasil audit forensik Century yang dilakukan BPK semakin memperkuat adanya aliran-aliran dana Century yang tak wajar ke sejumlah orang. Bahkan, aliran dana itu juga mampir kepada HEW. HEW adalah inisial untuk Hertanto Edhie Wibowo. Dia adalah adik kandung Ani Yudhoyono. Saat ini Hartanto menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Di dalam dokumen audit forensik BPK dia disebut dengan inisial HEW. Selain nama HEW, juga disebut nama istrinya dengan inisial SKS. SKS adalah Satya Kumala Sari.
Dalam dokumen audit forensik yang beredar di kalangan wartawan, Jumat (23/12/2011) nama Hartanto ada dalam temuan ke 12. Hasil audit BPK Menyebut Hartanto dan Satya Kumala Sari menjadi nasabah Bank Century sejak, 01/2007.

BPK menemukan setoran tunai menyangkut HEW dan istrinya bernama SKS selama tahun 2007 sebanyak 3 kali yang besarnya Rp 452 juta, Rp 368 juta dan Rp 469 juta. Setoran tunai ini tidak pernah ada setoran fisik valasnya. Transaksi berasal dari penukaran valas ke dalam rupiah di Bank Century cabang Pondok Indah. Penyetoran tunai tanpa fisik oleh HEW dan istrinya SKS diakui oleh pegawai Bank Century cabang Pondok Indah berinisial DW dan AFR.

Disebutkan dalam dokumen itu, ada penyetoran tunai melalui aplikasi pengiriman uang atas nama Satya yang dilakukan di Bank Century cabang Pondok Indah ke rekening Hartanto di BCA Cabang Times Square di Cibubur pada 25 Januari 2007 sebesar Rp 452 juta. Selanjutnya, penyetoran dengan metode yang sama juga dilakukan pada 30 Juli 2007 sebesar Rp 368 juta, serta BII Cabang Mangga Dua pada 22 November 2007 sebesar Rp 469 juta.

Namun, dalam dokumen itu dijelaskan pula, bantahan Hartanto dan Satya terkait transaksi itu. Kepada BPK, keduanya mengaku tidak pernah melakukan penukaran valas dan penyetoran pada tanggal-tanggal tersebut melalui siapa pun ke rekening Hartanto di BII dan BCA melalui Bank Century.

Akan tetapi, BPK juga bersikukuh transaksi HEW dan SKS itu patut diduga tidak wajar. “BPK berkesimpulan, bahwa transaksi transfer dari sdr HEW dan sdri SKS di Bank Century ke rekening sdr HEW di BII dan BCA patut diduga tidak wajar. Karena AFR petugas Bank Century, menyatakan tidak pernah menerima fisik valas dari Sdr SKS dan Sdr HEW untuk ditukarkan ke rupiah. BPK belum menemukan sumber dana valas yang ditukarkan,” demikian kesimpulan BPK yang tercantum dokumen itu.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Dewan Kehormatan (DK) Amir Syamsuddin masih enggan berkomentar. Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini mengaku tidak mau asal komentar. Begitu juga saat ditanya ada aliran dana Bank Century kepada adik Ibu Negara Ani Yudhoyono.

“Saya ikut rapat seharian di sini jadi tidak tahu hasilnya. Sebentar saya buka internet dulu saya baca. Jangan berkomentar dulu kalau saya belum baca ujar Amir Syamsuddin usai mengikuti rapat kerja di Istana Bogor, Jumat (23/12/2011). Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie justru mempertanyakan kenapa BPK menyerahkan audit forensik kasus Century ke DPR sebelum waktu yang diberikan habis…=======

Selain itu dikabarkan bahwa BPK berhasil menemukan fakta bahwa ada aliran dana ke PT MNP sebesar Rp 100,95 miliar. PT MNP itu diduga adalah PT Media Nusa Perdana. Yaitu, sebuah perusahaan yang salah satunya membawahi koran Jurnal Nasional (Jurnas). Media yang didirikan oleh pihak-pihak yang memiliki afiliasi ke Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Berdasar laporan, dana ratusan miliar itu mengalir selama periode 2006-2009, dari SS dan SL melalui PT IMA dan PT SMS. Dua PT tersebut adalah pemegang saham PT MNP. Sebelumnya, masih berdasar laporan BPK, PT IMA dan PT SMS mendapat aliran dana dari PT SAN. Perusahaan ini sahamnya dimiliki BS dan SS (anak dari BS).

SS diduga kuat adalah Sunaryo Sampoerna. Sedangkan BS adalah Boedi Sampoerna, salah seorang nasabah terbesar Bank Century. “Namun, BPK belum menemukan hubungan antara aliran dana tersebut dengan kasus Bank Century,” ujar Hadi Poernomo.

Sekedar diketahui, Jurnal Nasional berdiri pada Juni 2006. Didirikan oleh beberapa orang yang sebelumnya sama-sama terlibat dalam Blora Center, salah satu think tank yang ikut menyiapkan SBY maju dalam Pilpres 2004. Di antaranya, Taufik Rahzen, Rully Charis Iswahyudi, dan Ramadhan Pohan. “Kami nggak ada urusan Demokrat atau bukan Demokrat, kami murni bekerja melakukan pemeriksaan sesuai aturan dan fakta,” tandas Hadi Poernomo. [KbrNet/MNTR/Rmol]

Kronologis Bima Berdarah


Bima – Gerakan rakyat menentang pertambangan di Bima, NTB semakin massif. Sejak 19 Desember 2011 lalu mereka melakukan aksi besar-besaran melibatkan semua elemen. Polisi bahkan lebih brutal lagi, mereka menembaki masyarakat dan membunuh beberapa diantaranya.

Kerusuhan tersebut berawala dari penolakan Warga di 3 Kecamatan (Sape, Lambu dan Langgudu) Bima, Nusa Tenggara barat, bermula dari kekawatiran warga dari ketiga kecamatan tersebut akan dampak negative dari kehadiran PT. Sumber Mineral Nusantara terhadap produktifitas pertanian warga yang mayoritas menanam bawang.

Unjuk rasa sekitar 7.000 warga di wilayah kecamatan Sape, Lambu dan Langgudu yang di kantor kecamatan lambu yang pada awalnya berlangsung secara damai, berubah menjadi rusuh tak lain adalah akibat provokasi dari Bupati Bima H. Ferri Julkarnain ST yang ingkar terhadap janjinya unjtuk bertemu warga. Kedatangan warga ke kantor kecamatan Lambu saat itu merupakan usaha yang ketiga kalinya, yang dilakukan warga untuk bertemu Bupati Bima, H. Ferri Julkarnain ST., guna menyampaikan tuntutan agar mencabut SK nomor 188/45/357/004/2010 tentang pemberian izin eksplorasi tambang kepada PT. Sumber Mineral Nusantara, seluas 24.980 H.

Itikad baik warga untuk memperoleh penjelasan terkait kehadiran tambang emas PT. Sumber Mineral Nusantara ini harusnya disambut baik oleh Bupati Bima H. Ferri Julkarnain ST karena warga mengetahui kehadiran PT Sumber Mineral Nusantara tersebut justru dari aktifitas perusahaan yang telah berlangsung di lokasi lahan warga.

Setelah dilakukan beberapa kali penyampaian orasi, perwakilan warga diterima oleh camat Lambu, Muhaimin, S.Sos. Dalam pertemuan tersebut Camat lambu menyatakan bahwa dirinya tak dapat menandatangai Surat Pernyataan Penolakan atas SK nomor 188/45/357/004/2010 yang dikeluarkan oleh warga dan menyatakan bahwa bupati Bima sedang berada di Mataram.

Pertemuan pun berakhir tanpa ada kesepakatan. Perwakilan warga kemudian menyampaikan hasil pertemuan tersebut, melalui mobil komando, kepada warga yang telah menunggu di luar kantor kecamatan. Belum selesai proses sosialisasi hasil pertemuan dilakukan, massa yang merasa telah dikecekawan oleh Bupati Bima yang baru saja terpilih tidak berada ditempat, secara spontan mendorong pintu masuk ke kantor kecamatan Lambu. Namun reaksi pihak kepolisian sangat berlebihan. Aparat kepolisian tidak berupaya terlebih dahulu melakukan upaya preventif kepada massa. Namun justru mengeluarkan tembakan gas air mata, peluru karet serta diduga kuat menggunaka peluru tajam. Dalam situasi yang ricuh, massa menemukan salah seorang warga yang terkena tembakan. Kemudian dari dalam pagar, tepatnya disekitar kantor kecamatan, muncul sekelompok preman yang diduga kuat organisir aparat kecamatan. Hal inilah yang ikut menciptakan provokasi terhadap kemarahan warga. Namun reaksi pihak kepolisian sangat berlebihan. Aparat kepolisian tidak berupaya terlebih dahulu melakukan upaya preventif kepada massa. Namun justru mengeluarkan tembakan gas air mata, peluru karet serta diduga kuat menggunaka peluru tajam. Dalam situasi yang ricuh, massa menemukan salah seorang warga yang terkena tembakan. Kemudian dari dalam pagar, tepatnya disekitar kantor kecamatan, muncul sekelompok preman yang diduga kuat organisir aparat kecamatan. Hal inilah yang ikut menciptakan provokasi terhadap kemarahan warga.

Sore setelah Aksi aparat Kepolisian, Tentara dan Brimob, mendatangi rumah warga yang ikut Aksi. Warga yang diduga terlibat dan bertanggung jawab atas unjuk rasa tersebut ditangkap tanpa ada surat pemberitahuan dan penagkapan dari kepolisian. Sampai saat ini, terdapat kurang lebih 60 warga yang dikabarkan telah ditangkap.

Meski pun telah ada Surat Rekomendasi dari KOMNAS HAM Nomor 2.784/K/PMT/XI/2011 terkait dengan Kegiatan Pertambangan PT. Sumber Mineral Nusantara pada 9 November 2011 yang ditujukan kepada Bupati Bima, Kapolda NTB dan Direktur PT. Sumber Mineral Nusantara agar tidak melakukan pemeriksaan dan penangkapan lanjutan terhadap warga masyarakat yang ikut serta dalam unjuk rasa, namun pada 6 Desember 2011, aparat Kepolisian Resort Bima telah melanggarnya dengan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap Adi Supriyadi. Hal inilah menurut laporan yang kami terima dari perwakilan warga di 3 kecamatan tersebut menjadi alasan untuk melakukan aksi lanjutan dalam beberapa hari terakhir di Pelabuhan Sape Bima, NTB.

Atas dasar fakta diatas, LMND menilai bahwa akar persoalan dari berbagai macam konflik didaerah-daerah penghasil tambang tersebut adalah kebijakan Pemerintah SBY-Boediono di sector ekstratif yang memihak kepada kepentingan modal. Dalam beberapa tahun terakhir paska disahkannya UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang melegitimasi agresifitas eksploitasi modal dalam mengeruk sumber daya alam, setidaknya telah terjadi kasus serupa di Bombana (Sulawesi Tenggara), Meranti dan Suluk Bongkal (Riau), Banggai (Sulawesi Tengah), Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan), Kebumen (Jawa Tengah, Mesuji (Lampung) dan masih banyak kasus lain. Sebagai salah satu contoh, dalam UU Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009, terdapat pasal – pasal yang mengeliminasi hak politik warga dalam keikutsertaannya dalam penentuan wilayah pertambangan dan melegitimasi kriminalisasi terhadap warga yang menolak keberadaan atau operasi perusahaan tambang.

“LMND menuntut penghentian penangkapan terhadap rakyat Bima yang terlibat dalam aksi menuntut penolakan tambang emas PT. Sumber Mineral Nusantara, pembebasan tanpa syarat terhadap Adi Supyiyadi yang ditangkap Kepolisian Resort Bima, dan penghentian Eksplorasi PT Sumber Mineral Nusantara yang merusak pertanian Rakyat.”, kata Ketua Eksekutif Nasional LMND Lamen Hendra Saputra.

LMND juga menuntut Kepada Mahkamah Konstitusi untuk segera mengeluarkan Keputusaannya terkait Judicial Review UU Mineral Batubara Nomor 4 Tahun 2009 yang melegitimasi kriminalisasi terhadap rakyat serta melemahkan partisipasi rakyat dalam penentuan izin berdirinya perusahaan tambang di wilayahnya serta dicabutnya UU Nomor 25 Tahun 2007 dan berbagai peraturan pemerintah lainnya (pusat & daerah) yang menjadi legitimasi terhadap perampokan kekayaan alam bangsa Indonesia.

Atas peristiwa ini, tiga orang dikabarkan tewas. Adapun nama-nama korban yang berhasil dihimpun. Pertama, Arif Rahman (18) tewas dengan luka tembak di lengan kanan, tembus ke ketiak. Kedua, Saiful (17) tewas dengan luka tembak dibagian dada. Ketiga adalah aktivis mahasiswa Muhamadiyah bernama Ansari (20) yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan satu lagi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam bernama Alamsyah juga dikabarkan tewas, namun berita tersebut dibantah oleh pihak HMI. Semuanya tewas saat bentrokan warga dengan aparat keamanan di Pelabukan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). [KbrNet/HMINEWS]