JAKARTA-MI: Pengesahan RUU Rahasia Negara harus ditunda, karena DPR mengaku kesulitan memberikan parameter rahasia negara.
Ketua yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M Zein, menyatakan pendundaan ini akan memberikan ruang perdebatan bagi definisi rahasia negara.
"Bagi kami, ruang perdebatan penting untuk menciptakan parameter rahasia negara dan mengancam hak-hak masyarakat," ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Jumat, (17/7).
Dalam pasal 1 RUU Rahasia Negara, dijelaskan bahwa rahasia negara menyangkut fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, ketertiban umum, dan/ atau mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan. Pasal ini rentan untuk disalahgunakan karena tidak tegas. "Definisi ini karet, mengembang kemana-mana," paparnya.
Ia khawatir bahwa pengembangan ini akan disalahgunakan oleh aparatus untuk menyalahgunakan kewenangan. Instansi pemerintah akan mengelak dari transparansi dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah rahasia negara. "Jangan-jangan lihat APBD saja nanti nggak boleh," cetusnya.
Patra berpendapat, jika perlu rahasia negara diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) saja. Rahasia ini adalah bagian-bagian yang dikecualikan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
"Sekarang jamannya transparansi, dengan RUU Rahasia Negara seperti ini, sama saja mengembalikan Indonesia ke masa kegelapan," jelasnya.
Sebelumnya, anggota Pansus RUU Rahasia Negara Ali Mochtar Ngabalin mengaku DPR kesulitan untuk memberikan parameter rahasia negara. Unsur kerahasiaan ini dirasakan penting namun untuk mengatur kategorinya tidak mudah. "Jadi tak bisa diukur dan kami belum bisa memberikan jaminan tentang kebebasan tersebut," ujarnya.
Ia menyatakan, kalangan NGO banyak memberikan masukan kepada DPR dalam masa pembahasan. Ia mencatat setidaknya ada dua problem yang saat ini menjadi amsalah bagi pengesahan, yakni adanya banyak saksi dan overkriminalisasi. "Karena aturan ini sudah ada dalam KUHP," terangnya.
Ngabalin menyatakan jika tak keberatan daklam melakukan penundaan. Pasalnya, ini merupakan hak bagi amsyarakat. "Tapi harus diingat bahwa RUU ini masuk dalam prolegnas. Masyarakat harus memahami hal ini," akunya.
Namun dirinya berkomitmen, bahwa DPR tetap mempersiapkan RUU ini. Karena tugas DPR adalah tugas legislasi. "Kami akan lihat tingkat kepentingannya," terangnya. (AO/OL-7)
Ketua yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M Zein, menyatakan pendundaan ini akan memberikan ruang perdebatan bagi definisi rahasia negara.
"Bagi kami, ruang perdebatan penting untuk menciptakan parameter rahasia negara dan mengancam hak-hak masyarakat," ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Jumat, (17/7).
Dalam pasal 1 RUU Rahasia Negara, dijelaskan bahwa rahasia negara menyangkut fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, ketertiban umum, dan/ atau mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan. Pasal ini rentan untuk disalahgunakan karena tidak tegas. "Definisi ini karet, mengembang kemana-mana," paparnya.
Ia khawatir bahwa pengembangan ini akan disalahgunakan oleh aparatus untuk menyalahgunakan kewenangan. Instansi pemerintah akan mengelak dari transparansi dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah rahasia negara. "Jangan-jangan lihat APBD saja nanti nggak boleh," cetusnya.
Patra berpendapat, jika perlu rahasia negara diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) saja. Rahasia ini adalah bagian-bagian yang dikecualikan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
"Sekarang jamannya transparansi, dengan RUU Rahasia Negara seperti ini, sama saja mengembalikan Indonesia ke masa kegelapan," jelasnya.
Sebelumnya, anggota Pansus RUU Rahasia Negara Ali Mochtar Ngabalin mengaku DPR kesulitan untuk memberikan parameter rahasia negara. Unsur kerahasiaan ini dirasakan penting namun untuk mengatur kategorinya tidak mudah. "Jadi tak bisa diukur dan kami belum bisa memberikan jaminan tentang kebebasan tersebut," ujarnya.
Ia menyatakan, kalangan NGO banyak memberikan masukan kepada DPR dalam masa pembahasan. Ia mencatat setidaknya ada dua problem yang saat ini menjadi amsalah bagi pengesahan, yakni adanya banyak saksi dan overkriminalisasi. "Karena aturan ini sudah ada dalam KUHP," terangnya.
Ngabalin menyatakan jika tak keberatan daklam melakukan penundaan. Pasalnya, ini merupakan hak bagi amsyarakat. "Tapi harus diingat bahwa RUU ini masuk dalam prolegnas. Masyarakat harus memahami hal ini," akunya.
Namun dirinya berkomitmen, bahwa DPR tetap mempersiapkan RUU ini. Karena tugas DPR adalah tugas legislasi. "Kami akan lihat tingkat kepentingannya," terangnya. (AO/OL-7)
0 komentar:
Posting Komentar