“Umat Islam harus kembali kepada ekonomi syariah dalam bermuamalah sehari-hari!” ujarnya. Menurut Sony, alat tukar uang kertas selalu memberikan nilai inflasi senilai 10 persen tiap tahun. Dan kalau pun seseorang mendepositokan uangnya dalam satu tahun, ia hanya dapat bunga sebesar 6 persen. Jadi, masih menurut Sony, ada tekor sebesar 4 persen. Belum lagi dosa riba yang tergolong dosa besar menurut ajaran Islam.
Uang kertas yang dimaksud Sony adalah tanpa kecuali. Bisa rupiah, dolar Amerika, dan lain-lain. Ia memberikan ilustrasi betapa umat Islam telah rugi besar dengan menyimpan uang kertas. “Jika dilihat tahun 97, ongkos naik haji sebesar 7 juta lima ratus ribu atau senilai 3.300 dolar Amerika, atau senilai 310 dinar. Tapi sekarang, ONH sama dengan 300 dolar dan hanya 100 dinar,” papar Sony.
Lebih lanjut ia mengilustrasikan, sejak di masa Rasulullah, harga kambing senilai satu dinar. Dan sekarang, setelah 14 abad lebih, harga kambing tetap senilai satu dinar.
“Karena itu, saatnya umat Islam kembali ke dinar seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabat,” ajak Sony yang juga pengurus gerai dinar di Jakarta.
Selain Sony, ketua panitia pelaksana Seminar Internasional Ekonomi Syariah, Agus Priono menjelaskan soal latar belakang diadakannya seminar ini. Menurutnya, “Kita ingin mengajak umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini untuk bisa mengantisipasi krisis keuangan global dengan kembali ke ekonomi syariah. Di antaranya dengan menyimpan uang dengan dinar atau dirham.”
Rencananya, seminar ini akan diadakan di Wisma Antara dengan salah seorang pembicaranya seorang pakar ekonomi syariah dari Yaman, Prof. Dr. Hasan Tsabit.
Sayangnya, dukungan pemerintah dalam penyadaran umat untuk kembali ke ekonomi syariah masih sangat lemah. Padahal, di situlah kunci solusi krisis ekonomi saat ini. Bahkan, menurut Sony Sugema, ada salah satu butir undang-undang IMF yang melarang semua negara anggotanya untuk menjadikan dinar dan dirham sebagai alat tukar. mnh
0 komentar:
Posting Komentar