MEDAN – Operasi yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror di Sumatera Utara mendapat kecaman, khususnya dari keluarga Khairul Ghazali. Menurut istrinya, Kartini Panggabean, Densus 88 menginjak-injak Ghazali yang sedang shalat ketika melakukan pengangkapan di Tanjung Balai.
Selain itu, Densus juga dinilai telah melanggar HAM karena cara melakukan penangkapan tidak berperikemanusiaan. Bahkan, Front Pembela Islam (FPI) Sumatera Utara mengecam keras tindakan itu dan mengatakan “Densus 88 biadab.”
Indonesia Police Watch (PIW), menanggapi peristiwa itu, kembali mengecam keberadaan Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Gories Mere, yang menjadi komandan operasi Densus 88 di Sumut. Menurut ketua presidium IPW, Neta Pane kepada katakami.com, Gories telah melakukan penyalahgunaan wewenang karena melampaui kewenangannya sebagai Kalakhar BNN.
Neta mempertanyakan operasi yang dilakukan di Medan pemberantasan narkoba berkedok terorisme atau operasi terorisme berkedok narkoba? “Dia (Gories) harus mempertanggungjawabkan segala sesuatunya. Bikin malu saja!” tegas Neta.
Selain tidak mau berkoordinasi dengan Polda Sumut, menurut Neta, Gories juga tidak berkoordinasi dengan TNI. “Mau jadi apa Indonesia kalau ada jenderal yang seenaknya seperti dia? Gories harus ditindak secara tegas. Apalagi pasukan yang dia bawa itu adalah pasukan yang sudah dibubarkan,” tegas Neta lagi.
Menanggapi itu, Mabes Polri mengakui turunnya Densus ke Sumut untuk menumpas teroris. Namun Mabes mengatakan Gories berada di Medan tidka berkaitan dengan operasi Densus. “Tapi keberadaan Gories Mere di Medan bukan untuk memimpin Densus di Sumut. Mungkin pak Gories ada tugas lain yang berhubungan dengan penanggulangan narkoba karena beliau adalah Kalakhar BNN,” ungkap Kabid Penerangan Umum Kombes Marwoto Soeto, kepada Waspada Online, siang ini.
Marwoto juga tidak menyangkal kalau saat ini Densus sering berkoordinasi dengan Gories Mere dalam melakukan operasinya. “Pak Gories berpangalaman di Densus 88, maka dia terkadang masih dibutuhkan,” ungkap Marwoto.
Sebelumnya, dikabarkan kedatangan Densus 88 di Sumut tanpa koordinasi dengan Polda Sumut sebagai pemegang keamanan di Sumut. Sehingga saat tiba di bandara Delta Polonia Medan sempat terjadi ketagangan di Lanud Medan. Komandan Lanud Medan telah mengirim surat protes ke Kapolda Sumut.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Baharudin Djafar, kepada Waspada Online, tadi pagi, menyebutkan bahwa rencana turunnya Densusu 88 di Sumut sudah melakukan koordinasi dengan Poldasu. “Densus memang jauh hari sebelumnya sudah koordinasi dengan kami termasuk penyergapan teroris di Tanjung Balai dan Hamparan Perak. Tapi secara terknis tidak ada,” ungkap Baharudin.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, turunnya tim Densus 88 ke Sumut untuk melakukan penyergapan di wilayah Tanjung Balai dan Hamparan Perak. Dalam penyergapan itu, 3 teroris tewas ditembak dan 15 orang ditangkap dan diboyong ke Mabes Polri.
__________
Teror Sumut Pembusukan Oegroseno
Dalam dua bulan belakangan ini, Sumatera Utara dihentakkan dengan dua kejadian besar yang menewaskan 4 anggota kepolisian yakni, perampokan Bank CIMB Niaga dan penyerangan Mapolsek Hamparan Perak.
Dua eskalasi peristiwa besar itu dan menjadi isu teror bagi masyarakat Sumatera Utara disebut-sebut berbagai kalangan merupakan pembusukan terhadap Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Irjen Oegresno.
Ketua Presidium Indonesia Police Wacht (IPW), Neta S Pane, mengatakan berdasarkan fakta dan data IPW, aksi-aksi tersebut tidak murni sendirinya, namun merupakan pembusukan terhadap Irjen Oegresno. “Itu tugas polisi yang menyelidikinya,” ujar Neta kepada Waspada Online, siang ini, tanpa merinci siapa dibalik pembusukan tersebut.
Alasan pembusukan tersebut, kata Neta, karena Irjen Oegreseno berpeluang untuk masuk bursa Kapolri. Ditanya siapa yang bermain, Neta hanya menyebutkan, bahwa ada yang melakukan teori pembusukan.
Dia juga melihat kehadiran petinggi BNN (Badan Narkotika Nasional) di Medan saat terjadinya penyergapan teroris di Medan dan penangkapan perampok Bank CIMB Niaga Medan adalah tidak relevan. “IPW secara terang memprotes sikap petinggi BNN tersebut hadir di Medan,” ujar Neta.
Alasannya, kata Neta, tidak ada korelansi petinggi BNN hadir dalam operas Densus di Medan, karena tidak memiliki hubungan profesi antara BNN dengan Densus 88. Faktanya juga, bahwa pejabat BNN tidak punya hak dan tugas berkaitan dengan tugas Densus 88 AT Polri.
Karena itu, kata Neta, Propam Mabes Polri harus memeriksa pejabat BNN (Komjen Gories Mere) yang hadir di Medan saat penyergapan teroris dan perampok Bank CIMB Niaga Medan karena melanggar etika profesi. “Petinggi BNN di Medan melanggar etika profesi Polri saat Densus 88 AT melakukan penyergapan,” ujarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar