Penilaian tersebut dikemukakan Aliansi Anti-Penodaan Islam, Forum Umat Islam (FUI), Majelis Silaturrahmi Kiai-kiai Pondok Pesantren (MSKP) Seluruh Indonesia serta Front Pembela Islam (FPI) di Jakarta, Jumat.
"Pernyataan Menag bahwa Kiai Nur Iskandar tidak punya otoritas untuk berbicara atas nama kiai dan habib itu sebagai statemen yang salah alamat," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) FPI Ustadz Sholeh Mahmud yang menjadi juru bicara.
Sebelumnya, Kiai Nur mengatasnamakan para kiai dan habib mendesak pemerintah agar membubarkan Ahmadiyah. Namun, Menag menilai Kiai Nur tidak memiliki otoritas mengatasnamakan para kiai dan habib.
Lebih lanjut Sholeh mengatakan, semestinya yang dilakukan Menag adalah menindaklanjuti aspirasi para kiai dan habib tersebut.
Sebab, para ulama, kiai dan habib di pondok pesantren selama ini justru bertanya-tanya mengapa Ahmadiyah masih melakukan aktivitas seperti biasa dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Menteri Agama seharusnya malu. Jika dia mengatasnamakan menteri agama yang beragama Islam mestinya dia mengayomi ajaran Islam dan umatnya," katanya.
Terkait pengibaratan Menag bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung terkait Ahmadiyah seperti wudlu sebelum shalat, Sholeh menilai bahwa pengibaratan Menag tersebut bagus.
"Masalahnya air sudah mengucur pihak pembuat SKB tidak segera melaksanakan wudlu, lha kapan mau shalatnya?" tanya Sholeh dengan bahasa kiasan.
Karena itu, pihaknya berharap agar Menag beserta jajarannya melakukan introspeksi terkait apa yang sudah dilakukan terhadap keluarnya SKB tersebut.
Sebab, lanjut dia, di beberapa tempat, antara lain di Kuningan dan Sukabumi, kelompok Ahmadiyah masih melakukan dakwah dengan menyebarkan selebaran, tabloid serta majalah kepada masyarakat.
"Ke mana kontrol yang diatur oleh SKB bahwa yang mengawasi (Ahmadiyah) itu adalah mereka. Janganlah mereka buat SKB kemudian mereka sendiri bingung melaksanakan aturan tersebut," katanya.
Sholeh mengatakan, Malaysia, Brunei Darussalam, Rabithah Islam, serta negara-negara Islam sudah melarang Ahmadiyah, sementara Indonesia masih melakukan pembiaran.(*)
0 komentar:
Posting Komentar