Selain melarang segala bentuk kontak atau hubungan dengan Israel, dalam draft undang-undang tersebut juga dicantukan larangan menjalin hubungan diplomatik atau membuka kantor perwakilan konsuler baik bagi Bahrain maupun Israel.
Namun draft tersebut tidak mendapat sambutan positif dari pemerintah Bahrain. Dalam rapat konsultasi hari Selasa (27/10), Menteri Komite Konsultasi dan Urusan Parlemen, Abdel Aziz Al-Fadhel di hadapan anggota legislatif mengatakan bahwa draft undang-undang itu merupakan bentuk intervensi lembaga legislatif terhadap lembaga eksekutif.
Sementara Deputi Menteri Luar Negeri, Hamad Al-Amer menyatakan bahwa Bahrain tidak membutuhkan undang-undang semacam itu karena Bahrain sudah menerapkan kebijakan yang menentang segala bentuk normalisasi hubungan dengan Israel, sebelum rakyat Palestina mendapatkan kembali hak-haknya.
Karena masih menjadi perdebatan antara lembaga legislatif dan pemerintah, dewan konsultasi kerajaan Bahrain masih menunda pengesahan undang-undang tersebut. Di sisi lain, pemerintah Bahrain kerap melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat Israel. Pemerintah berargumen, kontak dengan Israel dilakukan demi kepentingan rakyat Palestina juga.
Padahal kondisi rakyat Palestina dibawah penjajahan rejim Zionis Israel tidak berubah, malah makin memburuk. Israel masih melakukan penindasan dan tindakan sewenang-wenang terhadap rakyat Palestina. (ln/prtv)
0 komentar:
Posting Komentar