Diposting oleh
PUTRA BETAWI
Published on Sabtu, 20 Februari 2010
Jaksa Agung: Kejaksaan Tetap Terima Pidana Anak
JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, semua berkas kepolisian menyangkut pidana yang dilakukan anak-anak, orang lanjut usia, dan orang cacat akan tetap ditindaklanjuti kejaksaan. Demikian dikatakan Hendarman kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jumat (19/2/2010), menyusul permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar penegak hukum memberikan perhatian khusus kepada mereka yang disebut di atas. "Jadi, seandainya diserahkan polisi dan memenuhi unsur-unsur, jaksa tidak bisa menolak," ujar Hendarman.
Hendarman menjelaskan, perhatian khusus bisa saja diberikan jika anak-anak tersebut menjadi korban dari peristiwa tertentu dan itu ditangani oleh lembaga perlindungan anak. "Tetapi kalau anak sebagai pelaku perbuatan (pidana) tidak dilindungi," katanya.
Hanya saja, perlakuan khusus itu tetap ada seperti penanganan dalam hukum acaranya berbeda dari penanganan untuk orang dewasa. "Misalnya, harus tertutup, jaksa dan hakimnya tidak boleh pakai jubah hitam. Ancamannya harus separuh. Pasal 45 itu umur anak harus 16 tahun ke bawah," katanya.
Selain itu, menurut Jaksa Agung, dalam hal penuntutan tidak seperti orang dewasa. Ada tiga hal dalam penuntutan kasus pidana anak, yakni anak dikembalikan kepada orangtuanya, diserahkan kepada negara, atau dipidana dalam penjara. "Ancaman pidananya setengah dari maksimum. Umpamanya pembunuhan, si anak harus disidang sendiri," katanya lagi.
Terkait penerapan keadilan yang tidak memihak kepada anak tersebut, menurut Hendarman, keadilan hukum tetap dijalankan. "Jadi mulai penyelidikan, penyidikan, itu memang keadilan hukum, tidak bisa disamakan dengan keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Tapi itu pun juga menjadi suatu patokan, ya dibicarakan juga, tapi ada dasar-dasarnya," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait tidak begitu saja setuju dengan pernyataan Hendarman. Jaksa juga harus melihat apakah pidana yang dilakukan anak masuk dalam authentic crime (kriminal otentik) atau tidak. "Di situlah butuh pemahaman jaksa. Bukan sekadar soal psikologis," kata Arist.
Ia mencontohkan jika anak-anak bermain atau iseng mengerjai temannya yang menyebabkan dia cedera, menurutnya, jaksa perlu melihat itu otentik atau tidak berdasar umur. Karena itu, tidak semua berkas dari polisi begitu saja diterima kejaksaan, tetapi harus diteliti juga. "Makanya dia bisa kembalikan berkas ke kepolisian untuk diversi atau direstorasi," katanya.
Selama ini banyak pidana anak yang menggunakan dakwaan seperti yang dipakai untuk orang dewasa. Contoh terbaru soal main koin yang di mata anak-anak hanya permainan, tetapi oleh jaksa digunakan dakwaan pidana perjudian. "Makanya perlu tafsir. Jangan pakai kacamata kuda," ungkapnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar