Today :

Not found what you looking for?:

Diposting oleh PUTRA BETAWI

Published on Selasa, 08 Mei 2012

Di Jakarta Pun Ada Kampung Batik


KOMPAS.com — Solo terkenal dengan kampung batiknya, Laweyan. Toko-toko penjual batik di sepanjang jalan itu sekaligus menjadi rumah bagi penjualnya. Pengrajin batik dan penjualnya menjadi satu, berjejeran di sepanjang jalan Kampung Laweyan. Di sini pengunjung bisa berbelanja dan melihat juga cara dan proses pembuatan batik.
Jakarta ternyata juga memiliki Kampung Batik. Meski tak sebesar Laweyan, Jakarta telah mulai membangun kampung batiknya sendiri sejak Mei 2011. Kampung batik yang terletak di Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan, ini bahkan telah dua kali tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI).
Rekor MURI pertama diperoleh pada 2011 karena Palbatu memiliki jalan terpanjang yang dicat dengan motif batik (133,9 meter). Rekor MURI kedua diperoleh tahun ini karena Palbatu memiliki jumlah rumah warga yang paling banyak dicat dengan motif batik. Total sekitar seratus rumah.
Dari mana datangnya kampung batik di Ibu Kota? Seorang pencinta batik bernama Ismoyo W Bimo sempat terinspirasi dengan konsep Kampung Batik Laweyan di Solo. Pendiri komunitas Batik Banget ini ingin membuat satu wilayah kampung batik di Jakarta.
Idenya didengar oleh Iwan Darmawan, yang kemudian mengenalkannya kepada Harry Domino. Bersama satu teman lain bernama Safri, keempat pria ini pun mengadakan acara Jakarta Batik Carnival di Palbatu pada 21 dan 22 Mei 2011.
"Saat itu kami mengundang 16 pengrajin untuk datang ke Palbatu, mengadakan pameran, sekaligus mengenalkan batik kepada warga sekitar," kenang lelaki yang akrab disapa Bimo itu kepada Kompas Female seusai pembukaan Jakarta Batik Carnival 2012.
Sebagai kelanjutan dari kesuksesan Jakarta Batik Carnival 2011, Bimo dan teman-temannya melanjutkan misi untuk membangun Kampung Batik di Palbatu. Ide mereka mendapat dukungan dari warga, tetapi tak sedikit pula yang menentangnya.
"Kami coba cat satu rumah warga dengan motif batik, akhirnya yang lain ingin dicat juga. Jadi merembet ke semua rumah. Itu yang pro. Kalau warga yang kontra karena menganggap konsep kampung batik nantinya akan membuat kebisingan dan limbah canting yang merusak lingkungan," ungkap Bimo.
Bimo dan teman-temannya pun menjelaskan kepada warga bahwa tidak akan ada kebisingan yang mengganggu ketenangan warga karena kegiatan mencanting akan berpusat di sanggar-sanggar. Selain itu, proses pewarnaan dan pencelupan batik tidak dilakukan di Palbatu, tetapi oleh perajin batik di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
"Anak-anak warga di sini belajar mencanting di sanggar. Saat ini sudah ada dua sanggar, yakni Sanggar Cantingku dan Sanggar Setapak. Anak-anak itu tahu prosesnya kain batik sampai pewarnaan dan pencelupan, tetapi praktiknya tidak di sanggar. Jadi, warga tidak perlu khawatir lagi dengan isu limbah canting," kata Bimo.
Setelah warga menerima konsep kampung batik yang ditawarkan Bimo dan teman-temannya, konsep ini kemudian disepakati oleh 13 rukun tetangga (RT) dari 15 RT di wilayah Palbatu. Selama satu tahun, sudah dua RT rumah warga yang dicat dengan motif batik, masing-masing RT terdiri dari 50-an rumah. Tahun ini, rumah-rumah di lima RT lainnya akan dicat dengan motif batik. Sisanya akan terus dilanjutkan tahun-tahun berikutnya.
"Kami berharap, dua RT lagi bisa menyetujui konsep kampung batik ini sehingga seluruh wilayah Palbatu bisa menjadi kampung batik sebesar Laweyan di Solo. Saat ini saja, sudah ada 7 gerai batik yang dibangun setelah konsep kampung batik ini diterapkan," tambah Bimo.
Batik Betawi
Menurut Bimo, dipilihnya Palbatu sebagai wilayah penerapan konsep kampung batik di Jakarta merupakan hal yang tepat. Ia menuturkan, dalam sejarahnya, Palbatu merupakan titik persinggungan antara Setiabudi-Karet-Semanggi-Benhil-Tanah Abang-Palmerah, yang dulunya merupakan tempat produksi batik Betawi. 
"Sekarang wilayah-wilayah itu sudah jadi pusat kegiatan komersial, jadi saya rasa tepat jika kami memilih Palbatu sebagai wilayah untuk melestarikan budaya Indonesia," ujar Bimo.
Bagi Bimo, membangun kampung batik di Palbatu merupakan perjuangan kecil yang bisa dilakukannya bersama teman-temannya untuk melestarikan budaya di Jakarta yang megapolitan. Jika tahun lalu mereka hanya berempat, kini semua warga Palbatu sudah membuka diri untuk membantunya membangun konsep kampung batik. Upaya itu juga didukung oleh Yayasan Nalacity yang telah mengirimkan tenaga untuk mengadakan Jakarta Batik Carnival 2012. Ada pula tambahan sponsor dari perusahaan AkzoNobel Decorative Paints Indonesia (PT ICI Paints Indonesia), yang dikenal sebagai penyedia cat premium Dulux.
"Harapan saya dengan adanya kampung batik ini adalah warga bisa mengerti mengapa batik harganya mahal karena pembuatannya sulit. Namun, sesulit-sulitnya pembuatan batik, ini adalah warisan nenek moyang ratusan tahun lalu, yang harus kita lestarikan hingga seratus tahun kemudian," kata Bimo.

0 komentar:

Posting Komentar