Today :

Not found what you looking for?:

Diposting oleh PUTRA BETAWI

Published on Kamis, 31 Mei 2012

Sakit Dulu Baru Berhenti Merokok


Jakarta, Bersenang-senang dahulu, bersakit-sakit kemudian. Ungkapan ini terasa pantas buat perokok yang baru sadar berhenti mengebul setelah badannya sakit.

Kebiasaan merokok memang sulit dihentikan, apalagi bagi yang sudah mencandu. Namun pecandu rokok pun bukan mustahil bisa menghentikan kebiasaannya.

Ada banyak kasus di mana pecandu rokok akhirnya bisa benar-benar total menghentikan kebiasaan merokoknya.

Pada banyak kasus, butuh upaya yang besar dan tekad yang bulat untuk membuat orang benar-benar berhenti merokok. Umumnya, orang-orang berhenti merokok setelah mengalami gejala sakit yang mengharuskannya untuk berhenti merokok.

Salah satunya adalah dialami perokok perempuan Ida, karyawati sebuah perusahaan swasta di Banten.

Gadis berusia 26 tahun ini sudah mulai merokok sejak awal-awal kuliah. Dalam sehari dia rata-rata menghabiskan 2-5 batang rokok. Kebiasaan buruknya ini harus berhenti setelah penyakit tubercolusis (TB) yang menyerangnya sekitar setahun yang lalu.

"Gejala awalnya mirip tifus, terus kena demam 3 hari dan batuk-batuk tapi tak sembuh-sembuh. Setelah di-rontgen, ternyata hasilnya positif TB," kata Ida seperti dituturkan kepada detikHealth, Kamis (31/5/2012).

Penyakitnya ini memang bukan diakibatkan karena merokok, tapi karena ditularkan dari adik laki-lakinya yang merupakan perokok berat dan sempat mencandu narkoba. Tapi karena ia perokok, staminanya jadi tidak kuat sehingga jadi gampang tertular. Untuk mengobati penyakitnya ini, Ida harus menjalani pengobatan selama 6 bulan.

"Waktu positif kena TB, aku masih sempet mencoba untuk merokok, tapi malah sakitnya jadi tambah parah. Akhirnya aku jadi benar-benar berhenti demi kesehatanku sendiri. Agar dapat benar-benar berhenti merokok, memang harus disertai niat yang kuat," tuturnya.

Tekadnya ini didukung kuat oleh lingkungan karena menurutnya lingkungan sangat mempengaruhi kebiasaan merokoknya. Bahkan sekarang Ida lebih banyak bergaul dengan komunitas keagamaan karena keyakinannya jelas-jelas melarang tindakan yang dapat 'merusak diri sendiri'.

Hal serupa juga dialami Adit (27 tahun) yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta. Pria yang hobi sepakbola ini sempat kecanduan rokok sejak kuliah. Dalam sehari dia bisa menghabiskan sebungkus rokok. Kebiasaannya ini berhenti setelah mengalami batuk-batuk disertai darah.

"Awalnya aku pikir sinusitis, tapi setelah batuk-batuk kok ternyata ada darahnya. Setelah diperiksakan ke dokter ternyata ada banyak flek di paru-paru," kata Adit.

Mengetahui penyakitnya bisa bertambah serius, Adit yang sebenarnya sudah memiliki keinginan berhenti merokok ini makin membulatkan tekadnya untuk menyudahi kebiasaannya. Saat ini, sudah 6 tahun lamanya ia berhenti merokok.

"Kalau diteruskan merokok, flek di paru-paruku jelas makin bertambah banyak. Sekarang kalau liat orang merokok, aku langsung buru-buru menjauh," pungkasnya.

Dua kasus di atas mungkin hanya contoh ringan dari perokok, contoh beratnya adalah Zainudin (40 tahun) yang kini terpaksa hidup tanpa pita suara sejak tahun 1996. Hanya tersisa lubang kecil di lehernya karena tenggorokannya sudah diangkat setahun setelah didiagnosis menderita kanker pita suara kurang lebih 17 tahun yang lalu akibat kebiasaan merokoknya yang parah.

Kasus parah lainnya adalah Zaeduddin (37 tahun) dan RE Lumbantobing (75 tahun) keduanya adalah survivor, atau mantan penderita kanker esofagus yang telah kehilangan organ-organ di leher termasuk tenggorokan dan pita suara, terkena efek negatif dari kebiasaan merokok.

Keduanya juga lehernya bolong. Ketika keduanya berbicara, bunyi suaranya bukan keluar dari mulut namun bunyi suara dari leher yang ditutupi slayer yang seolah ada speaker di dalamnya. Suaranya juga tidak seperti orang normal pada umumnya, bunyi suara keduanya agak bergetar seperti suara robot atau alien di film-film fiksi ilmiah.

0 komentar:

Posting Komentar