Diposting oleh
PUTRA BETAWI
Published on Rabu, 22 Juni 2011
Tragis, Pahlawan DEVISA Berakhir Dihukum Pancung
Suasana duka menyelimuti kediaman almarhumah Ruyati binti Satubi (54), tenaga kerja wanita asal Indonesia, yang dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi. Di rumah sederhana bercat warna pink di Jalan Raya Sukatani Kampung Ceger RT 03 RW 02, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, penuh sanak keluarga dan warga sekitar yang bersimpati atas kasus yang menimpa Ruyati.
Een Nuraeni (35), anak pertama Ruyati, mengungkapkan dirinya pertama kali mendapat kabar ibunya telah dihukum pancung pada pukul 01.00 WIB dinihari tadi, Minggu, 19 Juni 2011. “Migrant Care menelepon saya, kasih kabar ibu saya sudah meninggal,” ujar Een sembari terisak.
Een Nuraeni, puteri Ruyati, tak sanggup menahan tangis kala mendengar kabar ibunya telah tewas dipancung di Arab Saudi. Apalagi pihak keluarga tidak mendapat informasi apa pun menjelang detik-detik eksekusi Ruyati. “Kami menjawab dengan air mata, Mbak. Dibilang Kemlu katanya ibu sudah nggak ada kemarin. Katanya sudah dimakamkan di Makkah,” kata Een.
Suara Een terdengar lemah dan bergetar di sela-sela seduan tangisnya. Setiap pertanyaan dijawab dengan isakan penuh duka sehingga jawabannya tidak terlalu jelas.
Almarhumah sudah dimakamkan di Mekkah setelah dieksekusi pada Sabtu, 18 Juni 2011. Kabar mendadak itu sangat disesalkan keluarga. Apalagi, kata Een, ibunya ternyata langsung di makamkan dan tidak dibawa pulang ke Tanah Air. “Keluarga mohon agar Ibu bisa dipulangkan ke rumah dan akan dimakamkan di sini di pemakaman keluarga,” tambah Eeen.
Anak ketiga Ruyati, Iwan Setiawan (27), menyesalkan tidak adanya pertanggungjawaban dari pihak perusahaan pengirim ibunya, PT Dasa Graha Utama. Menurut dia, sejak Ruyati dipenjara pada 12 Januari 2010, perusahaan itu tidak pernah sekalipun memberi kabar tentang nasib ibunya.
Selama ini, perkembangan kasus Ruyati mereka terima secara rutin melalui telepon dari seorang TKW asal Lampung bernama Marni. “Dia itu TKW yang bekerja pada anak majikan ibu saya,” ujarnya.
Sebelum berangkat ke Saudi terakhir kali, pada bulan Agustus 2008, Ruyati sempat memalsukan KTP. “Umur Ibu dibuat muda 11 tahun, atas permintaan perusahaan. Supaya lancar dan tidak menemui kendala,” Iwan menambahkan. Keluarga sempat berkeberatan Ruyati berangkat jadi TKW untuk ketiga kalinya. “Ibu juga sudah tua. Seharusnya istirahat saja di rumah, nggak usah kerja lagi di Saudi,” ucap Iwan.
Menurut anak kedua Ruyati, Epi Kurniati (27), ibunya memaksa pergi ke Saudi karena tidak ingin menyusahkan anak-anaknya di masa tua nanti. “Kami sekeluarga sudah melarang dengan segala cara, tapi ibu tetap nekat,” katanya.
Ruyati binti Sutadi (54) meninggalkan tujuh orang cucu dan tiga anak yang semuanya sudah berkeluarga. Dia sendiri sudah bercerai dengan suaminya, saat keberangkatan kedua ke Arab Saudi. “Saya sudah sakit-sakitan dan ingin dijaga istri. Tapi dia tetap nekat berangkat, akhirnya kami bercerai,” ungkap Ubedawi dengan suara terbata-bata menahan sedih.
Pada keberangkatan pertama, Ruyati sempat bekerja di Madinah selama lima tahun, yang kedua enam tahun, dan yang ketiga satu tahun empat bulan. “Pada keberangkatan pertama dia ingin menyekolahkan anaknya, Epi, di sekolah perawat. Sedangkan pada keberangkatan kedua dia ingin membelikan angkot untuk Iwan,” ungkap Een.
Sebelum terjerat kasus hukum, selama sembilan bulan pertama bekerja di Mekah, Ruyati sempat mengirim uang sebanyak dua kali ke rumah, masing-masing sebesar Rp9 juta. Dari informasi yang diterima keluarga, sejak awal bekerja pada majikannya–namanya Heriya – Ruyati kerap disiksa. “Bahkan, waktu tiga bulan pertama kaki ibu saya patah. Tapi dia tidak dibawa ke rumah sakit dan hanya dirawat oleh anak majikannya yang juga seorang dokter,” tambah Een lagi.
Berdasarkan kabar dari teman sesama TKW, kaki Ruyati patah akibat perlakuan sang majikan, Heriya. “Saya yakin ibu saya tidak bersalah. Dia hanya membela diri,” ucap Eeen sambil mengusap air matanya.
Pemerintah RI Hanya Bisa Mengecam
Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengecam keras pelaksanaan hukuman pancung tersebut. “Tanpa mengabaikan sistem hukum yang berlaku di Arab saudi, Pemerintan RI mengecam pelaksanaan hukuman tersebut yang dilakukan tanpa memperhatikan praktek internasional yang berkaitan dengan kekonsuleran,” kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tatang Razak.
Menurut Tatang, pemerintah menyesalkan sikap Arab Saudi yang tidak memberitahukan kapan eksekusi mati terhadap TKW asal Srengseng, Bekasi, Jawa Barat (Jabar), tersebut dilakukan. Pihaknya terkejut tahu-tahu ada kabar yang menyebutkan Ruyati telah dipancung pada Sabtu (18/6), kemarin.
Tatang mengatakan, pemerintah Indonesia sangat menekankan proses hukum yang berkeadilan dalam kasus yang menimpa Suyati. Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya segera memanggil Dubes Arab Saudi di Jakarta untuk menyampaikan protes atas pelaksanaan hukuman terhadap TKW tersebut.
Terkait dengan proses hukum Suyati sendiri, Tatang menjelaskan, perempuan berusia 54 tahun itu divonis mati atas kasus pembunuhan yang terjadi pada 12 Januari 2010. Suyati dituduh membunuh majikan dengan cara kejam, yakni menusukkan pedang berkali-kali kepada korban. Di depan pengadilan, Ruyati mengakui perbuatannya tersebut.
Sejak pengadilan mulai berjalan, kata Tatang, Kemlu sudah memberikan pendampingan hukum terhadap Ruyati dan berusaha menjelaskan kepada keluarga atas permasalahan hukum yang menimpa TKW tersebut. Kemlu juga terus mengupayakan adanya pengampunan terhadap Ruyati. Namun, keluarga majikan rupanya tidak mau memaafkan perbuatan Ruyati tersebut.
“Proses hukum mulai dari pendampingan sampai meminta pengampunan itu sudah dilakukan. Menkum HAM sendiri sudah datang ke Arab dan meminat agar tidak ada hukuman mati. Kita juga sudah menulis surat. Namun pemerintah Arab Saudi masih saja melakukan hukuman mati tersebut,” ucap Tatang.
80% Isi UU Perlindungan TKI Bermasalah
Dalam menangani TKI, Komisi IX DPR sebenarnya telah berinisiatif untuk mengganti UU 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Anggota Komisi IX DPR M Martri Agoeng, (Minggu, 19/6). Dia mengatakan kalau UU tersebut 80 persen bermasalah. Pasalnya UU itu disusun tanpa naskah akademik. “Jadi UU itu harus direvisi sehingga prosedural mengenai TKI akan lebih baik lagi,” kata Martri, politisi PKS ini.
Dalam UU itu, menurut dia, minim sekali perlindungan dan perhatian pemerintah terhadap TKI yang bekerja di luar negeri. Padahal mereka katanya adalah penyumbang devisa terbesar.
Sekalipun membunuh majikannya, TKI Ruyati binti Sapubi tidak bisa disalahkan begitu. Pemerintah ikut bertanggungjawab, karena membiarkan pengiriman TKI ke luar negeri yang tidak sesuai prosedural. Hal ini dikatakan Martri Agoeng.
Politisi PKS ini menilai kalau dalam pengiriman TKI ke luar negeri masih kacau balau. Akibatnya pemerintah tidak bisa melindungi warganya yang bekerja di luar negeri. “Jadi saya tegaskan, Ruyati tidak bisa disalahkan begitu saja karena membunuh majikannya. Pemerintah sendiri harus bertanggungjawab karena membiarkan pengiriman TKI ke luar negeri tidak sesuai prosedural,” kata Martri.
Menurutnya, jangankan melindungi TKI, menangani pengiriman mereka mulai dari dalam negeri saja, pemerintah tidak mampu. Misalnya, rekruitmen tenaga kerja yang tidak seharusnya, kurangnya pelatihan bagi tenaga kerja ke luar negeri, dan masalah dokumen yang tidak jelas. praktik pemalsuan dokumen masih merebak di Indonesia. begitu pula dengan ketidakjelasan prosedur bagi TKI di luar negeri.
Tahlilan Massal untuk Ruyati akan Digelar
Tenaga kerja asal Indonesia di Saudi Arabia, Ruyati binti Sapubi telah menjalani eksekusi hukum pancung. Untuk mendoakan yang bersangkutan, Migrant Care akan menggelar tahlil massal pada Senin (20/6) malam besok.
“Besok tahlil massal akan dilakukan pukul 19.00 WIB. Sekitar 1.000 orang akan mengikuti kegiatan itu di depan Istana,” ujar analis kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo, Minggu (19/6/2011).
Sebelum tahlil digelar, Migrant Care berencana mendatangi Kementerian Luar Negeri untuk meminta penjelasan lengkap terkait dipancungnya Ruyati. Menurut Migrant Care, eksekusi mati terhadap Ruyati merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Bagi masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan tahlil massal tersebut, Migrant Care mempersilakan untuk turut serta.
Ruyati teleh dieksekusi di Arab Saudi pada hari Sabtu kemarin atas vonis terhadap pembunuhan seorang perempuan Arab Saudi. Ruyati dilaporkan telah mengakui perbuatannya. Ia disebut melakukan aksinya dengan menggunakan sebilah golok. [kn/rm/viva/dtk]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar