Mereka membawa sejumlah poster yang bertuliskan, ’Hanya Khilafah yang Mampu Memerangi Kebiadaban Pemerintah Cina’, ’Pemerintah Cina Diktator… ’Komunis Laknatullah…’, ’Pemerintah Cina Biadab… Terkutuk…’. Sepanjang aksi yang diikuti massa berpakaian hitam-hitam ini mereka meneriakkan yel-yel: Komunis, komunis… Hancurkan, hancurkan! Khilafah, Khilafah… Tegakkan, tegakkan!
Wakil Juru bicara HTI Farid Wadjdi dalam orasinya mengecam pemerintah Cina yang telah melakukan pembantaian secara sistematis terhadap kaum Muslim Uighur di Xinjiang. “Kami mengatakan bahwa ini genocide, karena data statistik Cina tahun 1936 menyebutkan ada 48 juta penduduk Muslim di Xinjiang. Namun sekarang jumlahnya hanya tinggal 10 juta saja. Kemana yang 38 juta itu?” pekiknya.
Ia pun menuding pemerntah Cina melakukan penjajahan demografi dengan mengirim etnis Han, yang komunis itu, ke Xinjiang sehingga kaum Muslim Xinjiang menjadi minoritas. “Kami mendesak pemerintah Cina untuk menghentikan pembantaian ini. Kami pun mengecam pemerintah Indonesia yang mengatakan persoalan umat Islam di Cina bukan persoalan Indonesia dan tidak perlu campur tangan di sana!” tandasnya.
Sebagaimana kaum Muslim yang dibantai di Palestina, Irak, dan tempat lainnya, menurut HTI, seharusnya, pemerintah Indonesia juga hirau terhadap masalah ini. Bagi umat Islam, persoalan ini adalah persoalan agama karena umat Islam adalah satu tubuh. Kalau umat Islam di Xianjiang dibunuh , berarti menyakiti seluruh umat Islam, termasuk yang ada di Indonesia. “Karena ini kami menuntut pemerintah Indonesia untuk menghentikan kerja sama, ekonomi, politik, maupun militer terhadap Cina karena Cina merupakan negara penjajah yang telah menjajah umat Islam di Xinjiang,” ujarnya.
HTI mendesak pemerintah Cina untuk menghentikan pembantaian ini dan membiarkan kaum Muslim Uighur merdeka. Karena sesungguhnya wilayah Xinjiang adalah wilayah umat Islam. Secara etnis, budaya, agama sangat berbeda dengan Cina.
Xianjiang adalah tanah kharajiah umat Islam sejak masa Khilafah Utsman bin Affan pada tahun 29 H (651 M). Jadi sebenarnya apa yang dilakukan Cina di Xinjiang adalah penjajahan. Sebagaimana yang dilakukan Belanda dulu di Indonesia.
Seperti yang telah dilansir sejumlah media massa, sampai saat ini Kaum Muslim etnik Uighur, penduduk asli Cina Selatan, Xinjiang, terus terancam. Terutama setelah aparat keamanan Cina membantai mereka dalam aksi protes terhadap kebijakan pemerintah Cina yang diskriminatif pada (5/7) lalu. Dalam insiden tersebut 156 Muslim Uighur tewas, 1434 ditahan dan lebih dari seribu orang lainnya terluka.
Kini giliran ribuan etnis Han, yang sengaja dimukimkan pemerintah Cina wilayah Xinjiang, turun ke jalan-jalan di Urumqi, ibukota wilayah Xinjiang, guna memburu warga Muslim yang tidak berdaya. Bersenjatakan pentungan dan dan lainnya, etnis Han memburu Uighur. Warga Muslim yang tidak bisa menyelamatkan diri babak belur hingga sekarat, menjadi bulan-bulanan etnis Han. Menurut saksi mata, tak satu pun etnis Han yang melakukan serangan itu ditahan polisi. Padahal ketika Khilafah masih tegak, tidak dibiarkan satupun penindasan dibiarkan di sana. Non Muslim di sana menjadi ahlul dzimah, non Muslim yang dilindungi Khilafah,.
Pada 1334 H pemerintah Cina pernah mencoba mengusik ke damaian di sana. Khalifah menyambutnya dengan jihad fisabilillah. Meski berjumlah lebih sedikit, dengan bantuan Allah SWT, pasukan Muslim berhasil memukul mundur pasukan Cina. Setelah itu, umat Muslim sangat disegani sebagai kekuatan yang diperhitungkan hingga mampu mengontrol sebagian besar Asia Tengah.
Tapi keadaan itu berubah sejak Khilafah Utsmani runtuh pada 1924 M. 25 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1949, akhirnya pemerintah Komunis Cina akhirnya dapat menganeksasi Xinjiang. Setiap Muslim bisa diburu kapan saja oleh polisi karena ‘kejahatannya’ mengajarkan Alquran kepada anak-anak. Penindasan terhadap umat Islam di sana memiliki satu tujuan, menghapus identitas Islam dari umat Muslim. (muji)
0 komentar:
Posting Komentar