Nampaknya, isyarat kabinet pemerintahan SBY-Boediono akan diisi kalangan professional (non partai) makin kuat. Kalau benar, ini jelas saja membuat kalangan partai politik gigit jari. Dengan mengatasnamakan profesionalitas, SBY bisa saja menyingkirkan peran partai politik dari pemerintahannya, ditambah presiden mempunyai hak prerogatif menentukan menteri-menterinya.
Sengketa pemilu presiden yang kini disidang Mahkamah Konstitusi (MK), tak menghentikan perbincangan menyusun kabinet SBY-Boediono lima tahun mendatang. Bila sebelumnya, SBY menegaskan belum berpikir menyusun kabinet, kini presiden terpilih itu mulai menunjukkan ‘clue’ soal siapa saja yang bakal masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan 2009-2014 mendatang?
“Saya juga mendengarkan banyak sekali pandangan dari saudara-saudara kita, dari publik, dari pengamat, dan dari rakyat, yang kira-kira kalau saya pahami, kabinet mendatang betul-betul kabinet kerja (zaken cabinet), kebinet yang professional, kabinet yang bisa menjalankan tugas dengan baik. Saya kira cocok dengan apa yang saya pikirkan juga”, ucap SBY, di halaman Istana Presiden, tentang sikap dan pikirannya yang tak jauh berbeda dengan para pengamat tentang pembentukan kabinet yang professional, Selasa (Inilah.Com, 4/8/200).
“Saya juga mendengar jangan sampai menjadi dagang sapi, jangan sampai presiden terpilih itu di dikte oleh partai-partai politik untuk mewadahi jago-jagonya”, tambah SBY. Pernyataan ini menyikapi pendapat berbagai kalangan yang menginginkan agar pembentukan kabinet tidak dijadikan ajang dagang sapi.
Menanggapi bentuk kabinet mendatang yang professional, dan sedikit melibatkan partai politik, Ketua DPP PKS, yang juga Ketua FPKS di DPR, Mahfudz Siddiq, menyatakan, semangat dalam menyusun kabinet yang diusung oleh SBY adalah sebuah keniscayaan. Tapi, jangan sampai dibenturkan dengan partai politik pendukung, sehingga memicu tafsiran, bahwa partai politik itu tidak professional. “Padahal, partai politik juga punya SDM yang professional”, tegas Mahfudz. (Inilah.Com, Rabu,5/8/2009)
Nampaknya, langkah-langkah politik SBY, bakalan mulus, dan tidak akan ada penolakan dari partai-partai politik pengusung SBY dalam koalisi sebelum pemilu. Karena, buktinya dalam pencalonan cawapres menjelang pilpres bulan Juli lalu, SBY memilih Boediono, dan menimbulkan kontroversi dan menolak Boediono, yang dituduh Neolib itu, kemudian kenyataannya partai-partai pengusung SBY-Boediono menerimanya, bahkan membela habis-habisan. Termasuk masalah kerudung (Jilbab), di mana isteri pasangan SBY-Boediono, yang keduanya tidak menggunakan kerudung.
Disisi lain, langkah SBY ingin menunjukkan, dirinya tak dapat diatur-atur oleh partai-partai pengusung, khususnya dalam menentukan kebijakan-kebijakan politik, dan semangat ingin memperkuat sistem presidensiil. Dan, tak pelak yang dimaksud dengan professional itu, adalah kalangan ekonom dan professional yang lebih dekat dengan Barat (AS). Karena, lingkaran utama (inner circle) Presiden SBY, termasuk Tim Sukses serta Konsultan pilpres kemarin adalah tokoh-tokoh yang dekat dengan Barat (AS).
Jadi, sebenarnya apa dibenak dan pikiran Presiden SBY tentang partai-partai politik yang sudah digalang, dan dijadikan ‘tunggangan’ waktu pemilu legislative dan pemilu presiden kemarin? Adakah mereka itu dimata Presiden SBY, hanya semata-mata sebagai alat kendaraan poltik, yang tidak ada artinya apa-apa, dan usai pemilu, mereka ditinggalkan, dan dianggap tugas mereka sudah selesai?
Dengan atas nama professionalisme, sistem presidensiil, serta hak prerogative presiden, SBY sepertinya dengan mudah akan menyusun kabinet mendatang. Kalau ini benar terjadi, parpol pengusung SBY yang sebelumnya dengan penuh semangat, dan berharap akan dapat mendudukan kadernya di kabinet, maka kemungkinan dapat gigit jari.
0 komentar:
Posting Komentar