Seorang warga Cirebon mengaku sebagai Isa Almasih. Tak tanggung-tanggung, pria bernama Ivan Santoso, warga Permata Harjamukti Kota Cirebon ini juga mengaku dirinya baru turun dari langit. Benarkah demikian? Adakah tujuan lain pengakuan tersebut?
DALAM pengakuannya Ivan menyatakan turunnya dia ke dunia karena manusia mulai zalim. Akibat kezaliman itu lalu ada permintaan pada dirinya untuk turun ke bumi membenahi semuanya.
Menurut warga sekitar, Ivan yang mengaku Isa Almasih ini ternyata telah menyebarkan selebaran. Namun, warga justru melihat Ivan sebagai orang stres.
"Ia cuma nyebarin selebaran, ajakan yang menyatakan dia (Ivan) sebagai Isa Almasih. Ya, nggak ada ya, soalnya kami hanya menanggap dia orang stres saja," kata salah satu warga Harjamukti.
Ketua MUI Kota Cirebon Machfudz Bakri mengatakan, pengakuan Ivan tersebut sebagai kebohongan sehingga tidak perlu dipercaya.
"Isa Almasih putra Maryam memang benar, tetapi yang turun dari langit sekarang ini kebenarannya tidak bisa kita percayai," jelas Machfudz.
Dengan adanya warga yang mengaku Isa Almasih ini, MUI berharap agar pihak terkait segera mengamankan orang tersebut, dan memeriksanya termasuk kemungkinan adanya kemungkinan gangguan kejiwaan.
Dari sekian banyak para pendiri dan beberapa pengikut aliran menyimpang itu, tak sedikit yang ternyata adalah orang dalam. Mereka berasal dari kultur dan tradisi NU.
Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua PWNU Sulawesi Selatan (Makassar) KH DR Mustamin Asyad MA dalam acara dialog dan silaturahim bersama warga PCINU Mesir.
"Beberapa pendiri aliran yang dianggap menyimpang itu, ternyata berasal dari kultur dan tradisi kita, tradisi NU. Semisal Lia Eden, Musadek, atau yang di Makassar, ada namanya Jama'ah Nazhiriyyah, sekalipun yang terakhir ini tidak terlalu ekstrim," terang doktor bidang tafsir lulusan Universitas Al-Azhar Mesir itu.
Ditegaskannya, mereka NU secara tradisi, tetapi tidak memahami ajaran dan hakikat NU dengan ajaran Islam Aswaja-nya secara baik dan mendalam, hingga akhirnya keluar dari koridor yang sahih.
Selain itu, hal tersebut juga seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para pengurus NU, yaitu pentingnya meneguhkan dan memaksimalkan peran kaderisasi dan dakwah Aswaja.
Diakui oleh dosen Universitas Muslim Nusantara Makassar itu, sistem kaderisasi di NU belum berjalan dengan baik. Akibat buruk dari hal ini, pada akhirnya banyak kader NU yang "menyeberang".
"Kita ini sistem pendataan keanggotaan saja belum punya, padahal umur NU sudah hampir satu abad," terangnya disambut kekeh para hadirin.
Selain kaderisasi, pendiri sekaligus pengasuh pesantren Nahdlatul Ulum Makassar ini juga mengingatkan pentingnya penanaman dan pengajaran keaswajaan sejak dini, dan diajarkan dengan sistem yang mumpuni.
"Jika warga kita pemahaman dan pengamalan Aswajanya sudah mantap dan baik, Insyaallah tidak akan ada lagi ceritanya penyeberangan, apalagi penyelewengan dan pendirian aliran sesat." (nuo/okz)
0 komentar:
Posting Komentar