Diposting oleh
PUTRA BETAWI
Published on Rabu, 01 Februari 2012
Bungkus Kejahatan, Banggar DPR Pasang Anti Sadap
Jakarta – KabarNet: Renovasi ruang rapat Badan Anggaran senilai Rp20,3 miliar menimbulkan kritik tajam. Ruangan Banggar yang mewah itu ternyata akan dilengkapi alat antisadap. Ketakutan terhadap penyadapan sudah lama menghantui para anggota Dewan. Pasalnya, ATIS (Audio Telecommunication International System) Gueher Gmbh besutan Jerman milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbukti ampuh menyadap sistem komunikasi para koruptor dan mengirimkan pelakunya ke bui. Alat KPK itu akan menyadap ponsel pelaku dan mengirimkannya ke sistem KPK. Untuk melengkapi fungsi penegakan hukum, KPK juga mempunyai alat firing bikinan negeri Paman Sam dan macrosystem besutan Polandia. KPK pun mengirimkan penyidik-penyidiknya untuk berlatih menggunakan sistem penyadapan canggih itu ke Jerman.
Amunisi KPK begitu lengkap, anggota Dewan pun merasa perlu bertindak untuk mengantisipasi serangan penyadapan tersebut, pada paruh kedua 2011, Panitia Kerja (Panja) Revisi UU 30/2002 tentang KPK menggulirkan gagasan untuk menggunting kewenangan penyadapan KPK. Menyadap diarahkan melalui syarat izin ketua pengadilan. Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah, saat itu, merupakan satu dari sekian politisi yang gencar menggulirkan gagasan itu.
Merasa tak cukup menggunting lewat instrumen pasal, DPR pun menyelipkan gagasan lain: membeli alat antisadap! Pos anggaran pun disiapkan bersamaan dengan rencana renovasi ruang kerja Badan Anggaran DPR seluas 780,89 meter persegi.
Harian GresNews membeberkan beberapa dokumen terkait rencana pembangunan ruang banggar DPR RI. Misal, Dokumen Keputusan Rapat Pleno Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) bersama Sekretariat Jenderal pada 22 Juli 2011 mengenai Realokasi Anggaran Pembangunan Gedung DPR RI Tahun 2011 Nomor: 162/BURT/R.Pleno/MS.IV/07/2011, diteken oleh Ketua Rapat Pius Lustrilanang, memutuskan hal antara lain:
Dokumen bertajuk: Rekapitulasi Usulan Relokasi Anggaran Tahun 2011 yang berkop Sekretariat Jenderal DPR RI. Konfigurasi anggaran relokasi 2011 sebesar total Rp238.429.737.000 itu terdiri dari:
1. Satuan Kerja Dewan sebesar Rp130.563.931.000;
2. Satuan Kerja Sekretariat Jenderal sebesar Rp107.865.806.000.
Rincian usulan relokasi anggaran 2011 untuk Satker Setjen terdiri dari:
1. Humas dan Pemberitaan sebesar Rp19.940.500.000;
2. Keanggotaan dan Kepegawaian sebesar Rp443.450.000;
3. Umum sebesar Rp8.318.590.000;
4. Keuangan sebesar Rp671.500.000;
5. Perencanaan dan Pengawasan sebesar Rp2.633.375.000;
6. Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi sebesar Rp74.799.956.000;
7. Unit Kerja Baru sebesar Rp1.058.435.000.
Pos untuk pembelian alat antisadap itu ternyata masuk ke Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi pada subbagian Gedung dan Tanaman, dengan penamaan: Perbaikan Ruang Rapat Badan Anggaran Gedung Nusantara II DPR sebesar Rp24.768.982.000. Keterangan: Pemasangan alat antisadap (anti bugging), anti gummer.
Merujuk pada denah rencana renovasi Ruang Banggar DPR, tidak disebutkan secara khusus spot/titik untuk pemasangan alat antisadap. Ruang rapat Banggar terdiri dari enam ruangan: ruang sidang, ruang tamu, ruang makan, ruang pimpinan, ruang staf dan kepala bagian, serta ruang pantry dan gudang. Pada tiap bagian ruangan terdapat sekat ruangan yang tidak disebutkan fungsinya. Hanya ruangan tamu atau yang disebut juga ruang istirahat menteri yang disebut detail. Dalam ruangan tersebut, pimpinan Banggar menjamu para menteri dengan menyediakan ruang tamu lengkap dengan ruangan makan untuk enam orang. Selain itu terdapat juga ruang tidur dengan sofa dan kasur menteri. Sementara dalam denah ruang pimpinan Banggar tidak dijelaskan detail fungsi tiap sekat. Hanya tergambar lima bagian ruangan. Ruang utama berisi meja panjang dengan sepuluh kursi. Terdapat juga empat kursi sofa. Sementara tiga sekat ruangan lain tidak disebutkan fungsinya secara spesifik.
Lantas bagaimana wujud alat antisadap itu? Bagaimana spesifikasinya? Berapa harganya?
Dari sejumlah dokumen dan hasil wawancara “GresNews” menemukan angka Rp7,8 miliar untuk pos pembelian alat antisadap di ruang kerja Banggar DPR. Angka Rp7,8 miliar itu merupakan bagian dari dana Rp20,3 miliar yang akhirnya disetujui sebagai anggaran untuk merenovasi ruang Banggar.
Ahli Teknologi Informasi dan Forensik Digital Universitas Indonesia Ruby Alamsyah menilai, anggaran Rp7,8 miliar untuk pembelian alat antisadap ruang rapat Banggar DPR terlampau mahal.
Menurut Ruby, berdasarkan pengalamannya di bidang sistem keamanan, harga pasar alat antisadap internasional berbasis pengacakan sinyal (jammer) bervariasi. “Tergantung luas ruangannya. Kalau 20 meter persegi itu hanya belasan juta. Kalau sebesar ruang Badan Anggaran itu bisa ratusan juta,” kata Ruby, Senin (30/1).
Ia menjelaskan, pemasangan alat antisadap itu dipastikan dapat mengganggu kinerja penyidik KPK. “Karena cara kerja alat antisadap jenis jammer adalah mengacak sinyal telepon seluler dari Base Transceiver Station (BTS) sehingga telepon terputus, tidak dapat terpakai. Bagaimana mungkin bisa diakses KPK atau penegak hukum lain,” ujarnya.
Pemasangan alat antisadap itu dibenarkan oleh Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan Instalasi (Harbangin) DPR RI, Soemirat, kepada gresnews.com, Kamis (26/1). Namun sebelum menjawab pertanyaan, Soemirat sedikit gagap dan lama terdiam. “Saya pernah dengar itu, ada alat anti sadap di ruang Banggar. Tapi saya cek lagi,” kata Soemirat. Seperti dikutip GresNews.COM.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Pius Lustrilanang, juga tidak menyangkal. “Ya, gitulah. Saya tak akan banyak komentar soal alat antisadap itu,” ujar Pius.
Menurut Pius, usulan dari Setjen DPR RI sebesar Rp24,7 miliar untuk renovasi ruang Banggar adalah untuk ditenderkan dan akhirnya pemenang tender sanggup dengan angka Rp20,3 miliar. “Dalam tender, tidak bisa satu-satu dilakukan, tapi harus satu paket, termasuk pembelian dan pemasangan alat antisadap itu,” ungkap Pius.
Terkait alat antisadap, pihak GresNews menelusuri lebih jauh siapa yang mengusulkan pembelian alat tersebut. Menurutnya, yang mengikuti rapat-rapat anggaran DPR, pengusul pembelian alat antisadap itu diduga adalah Ketua Banggar Melchias Mekeng (Fraksi Golkar). [Baca berita selengkapnya di GresNews.COM]
Membungkus kejahatan?
Rencana memasang alat antisadap di ruang Banggar DPR itu menuai protes keras sejumlah kalangan, termasuk anggota Dewan. “Dengan pemasangan alat antisadap itu, jelas ada niat tak baik dari Banggar. Pemasangan alat antisadap itu mencederai perasaan rakyat. Tentunya pemasangan alat antisadap itu harus dihentikan,” kata mantan anggota Banggar dari Fraksi PAN Taslim Chaniago, Jumat pekan lalu.
Anggota Komisi I DPR RI Teguh Juwarno menyatakan, pemasangan alat anti sadap itu terlalu berlebihan. “Semua rapat-rapat di DPR RI harus transparan, tidak boleh ditutup-tutupi,” kata dia.
Diwawancarai secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Usman Abdhali Watik mengatakan, salah satu dari tujuh indikator keberhasilan penerapan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah mendorong partisipasi publik dalam proses pembentukan kebijakan. “Keterbukaan harus melahirkan partisipasi substantif bukan partisipasi semu yang selama ini sering digembar-gemborkan orang-orang DPR,” kata Usman, Minggu (29/1).
Soal alat antisadap, Usman mengatakan tindakan itu berlebihan. “Semestinya di DPR tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Tapi, sayang, DPR buat aturan internal tentang rapat tertutup sehingga hal ini tidak sejalan dengan UU KIP,” kata Usman.
Kendati demikian, KPK saat ini tengah membidik dugaan korupsi berkaitan dengan renovasi ruang Banggar DPR. Menurut berita beberapa media, pekan lalu, pimpinan KPK sudah melakukan gelar perkara berkaitan dengan proyek renovasi Banggar DPR itu. Rencana pengadaan alatsadap di ruang banggar DPR RI ini lebih patut diduga untuk hal-hal negatif dan tidak menutup kemungkinan digunakan untuk membungkus kejahatan di gedung DPR RI. Mudah-mudahan dugaan ini salah. [KbrNet/Slm/GresNews]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar