Today :

Not found what you looking for?:

Diposting oleh PUTRA BETAWI

Published on Rabu, 01 Februari 2012

Ketua KPK Ngamuk, Meja Kursi Hancur Berantakan


Jakarta – KabarNet: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, naik pitam sampai membanting meja kursi di ruangan kantornya hingga hancur berantakan. Pasalnya, langkah Abraham Samad yang akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Malarangeng, terkait kasus suap Wisma Atlet, dicegah pimpinan KPK yang lain. Pencegahan inilah yang membuat Abraham berang, naik darah dan melampiaskan kemarahannya. Inilah informasi yang dirilis oleh Anggota DPR-RI, Ahmad Yani (PPP), dan Akbar Faisal (Hanura).

Terungkapnya berita ini bermula dari pesan singkat (SMS/BBM) yang beredar di kalangan tertentu, terkait langkah Ketua KPK Abraham Samad yang akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Menpora Andi Alfian Malarangeng. Peristiwa itu berawal ketika Ketua KPK Abraham Samad sudah siap hendak menandatangani surat perintah penangkapan terhadap Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Menpora Andi Malarangeng. Namun langkah ini dicegah oleh Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, yang menyarankan agar menunda dulu rencana penangkapan tersebut. Pencegahan inilah yang membuat Abraham naik pitam. Kontan saja suara hiruk pikuk dari ruang kantor Abraham yang sedang membanting-banting meja kursi itu terdengar oleh banyak petugas KPK yang lain, dan tanpa diketahui siapa yang memulai tahu-tahu berita ini sudah beredar dan menjadi perbincangan anggota dewan.



Anggota Komisi III DPR-RI, Ahmad Yani, sangat menyesalkan terjadinya ketegangan antar Pimpinan KPK dalam proses investigasi dan penindakan atas kasus dugaan korupsi Wisma Atlet. Ahmad Yani mengaku dirinya mendapat informasi ini dari rekannya di Komisi III, Akbar Faisal. “Saya baru mendapatkan informasi ini dari rekan Akbar Faisal, dan Akbar Faisal mendapat informasi yang menurutnya kualifikasi A1. Kualifikasi A1 ini tentunya bukan perorangan, bukan anggota penyidik, tapi pasti dari Pimpinan KPK,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung DPR, Kamis (26/1/2012).

Lebih lanjut Ahmad Yani berpendapat, untuk menetapkan siapa tersangka kasus suap Wisma Atlet berikutnya tidak dibutuhkan kecerdasan khusus. Dengan melihat fakta-fakta yang yang terungkap di persidangan dan berdasarkan proses hukum acara, dari situ saja sudah cukup bisa diketahui siapa saja yang terlibat. “Dan orang yang akan ditetapkan tersangka itu adalah orang yang berkali-kali dipanggil KPK dan berkali-kali datang ke KPK,” tandasnya.

Ahmad Yani menyayangkan kejadian dicegahnya Ketua KPK yang akan menangkap tersangka pelaku tindak pidana korupsi. Ia khawatir KPK tidak bisa diharapkan lagi untuk membongkar kasus-kasus lain yang melibatkan orang-orang tertentu yang memiliki akses ke kekuasaan dan finansial. Menurutnya, intergritas dan moralitas KPK saat ini betul-betul sedang dipertaruhkan. “Kalau KPK sudah dijadikan instrumen politik untuk melindungi partai politik tertentu dengan maksud tujuan tertentu, ini menjadi tidak adil buat partai lain dan orang lain. Yang tidak memiliki akses kekuasaan bisa digulung habis,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR-RI Akbar Faisal, meyakini kebenaran informasi tentang adanya perpecahan di tubuh pimpinan KPK. Akbar mengaku bahwa dirinya mendapatkan informasi tentang perpecahan di unsur pimpinan KPK langsung dari sumber di dalam lembaga tersebut. Diungkapkannya bahwa Ia mengenal dekat Ketua KPK Abraham Samad karena sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan, disamping juga karena pekerjaan Akbar yang sebelumnya pernah berprofesi sebagai wartawan.



Akbar berpendapat bahwa sangat masuk akal jika Abraham Samad sampai naik pitam sehingga membanting meja kursi di ruang kantornya lantaran ada pimpinan KPK lain yang berusaha menghalangi keputusan KPK untuk menangkap Anas Urbaningrum dan Andi Malarangeng. ”Saya mengenal Abraham sebagai orang paling keras kepala yang saya kenal,” ungkap Akbar kepada para wartawan usai menjadi pembicara dalam acara Forum Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, di Jakarta, pada hari Kamis (26/1/2012).

Saat ditanya siapa nama sumber informasi tentang berita persengketaan antar pimpinan KPK ini, Akbar menolak menyebutkan nama. Akan tetapi, lanjutnya, sebagai seorang yang pernah berprofesi sebagai wartawan, dirinya meyakini kebenaran informasi yang diperolehnya. Sebagai misal, Akbar mencontohkan bahwa dirinya juga pernah mendapat informasi tentang perpecahan di kalangan pimpinan KPK terkait kasus skandal mega korupsi Bank Century. ”Waktu itu ada pimpinan KPK yang bilang kepada Abraham agar jangan mengikuti kemauan politikus DPR dalam kasus Century, karena menganggap DPR punya agenda,” pungkasnya.

Analisa Redaktur KabarNet:
Dari hal-hal yang diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR, Akbar Faisal seperti yang tertulis di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa informasi tersebut tentunya diperoleh Akbar dari Ketua KPK Abraham Samad sendiri. Mengingat kedekatan hubungan pribadi antara Abraham dan Akbar, disamping kaitan posisi Akbar di Komisi III DPR yang salah satu tugasnya mengontrol kinerja KPK, maka menjadi sangat logis dan manusiawi kalau Abraham mengeluhkan kendala-kendala yang dihadapinya kepada Akbar selaku temannya. Secara sederhana, ada dua hal yang bisa disimpulkan dari masalah ini:

1] Kemungkinan kebenarannya sangat besar soal berita tentang terjadinya perpecahan diantara personil unsur pimpinan KPK terkait langkah-langkah penindakan terhadap tersangka kasus suap Wisma Atlet.

2] Kemungkinan kebenarannya sangat besar, bahwa seandainya Ketua KPK Abraham Samad tidak dicegah oleh dua pimpinan yang lain, maka surat perintah penangkapan terhadap Anas dan Andi tersebut tentunya sudah ditanda-tangani. Atau dengan kata lain, andaikan langkah Abraham Samad tidak dihalangi, tentunya Ketum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dan MENPORA Andi Malarangeng saat ini sudah meringkuk di balik jeruji besi penjara. [KbrNet/adl]

0 komentar:

Posting Komentar