Today :

Not found what you looking for?:

Diposting oleh PUTRA BETAWI

Published on Kamis, 03 Maret 2011

Surat FPI untuk Presiden RI


Kepada YTH :

Presiden Republik Indonesia

Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono


Dengan surat ini secara tulus dan ikhlash kami Dewan Pimpinan Pusat – Front Pembela Islam atas nama segenap pengurus, anggota dan simpatisan FPI di seluruh Indonesia, sebagai umat Islam yang cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, serta cinta kepada agama, bangsa dan negara, sekaligus selalu menghormati para Ulama dan Umara serta perundang-undangan yang berlaku, maka kami meminta dengan hormat agar Bapak Presiden selaku Kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia segera mengeluarkan :

Keppres tentang pembubaran Ahmadiyah dan pelarangan penyebaran ajarannya serta pembinaan terhadap warganya.

Percayalah, jika Bapak Presiden memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kesucian ajaran Islam dari segala bentuk penodaan, maka niscaya Allah SWT akan memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kehormatan Bapak Presiden dari segala bentuk penistaan. Sebaliknya, jika Bapak Presiden tidak memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kesucian ajaran Islam dari segala bentuk penodaan, maka niscaya Allah SWT tidak akan memuliakan, menjaga, melindungi dan memelihara kehormatan Bapak Presiden dari segala bentuk penistaan.

Dan percayalah, bahwa Ahmadiyah adalah sumber konflik, yang jika dibiarkan akan terus melahirkan konflik-konflik yang lebih besar sehingga semakin sulit diatasi. Kami yakin dan percaya, bahwa sebagai seorang negarawan, tentu saja Bapak Presiden tidak akan memelihara sumber konflik yang bisa mengancam integritas bangsa dan stabilitas nasional.

Allah SWT menyaksikan isi surat ini sebagai bentuk pelaksanaan perintah-Nya untuk saling mewasiati dengan Kebenaran dan Kesabaran. Dan Allah SWT sebaik-baiknya saksi.


Jakarta, 26 Rabi’ul Awwal 1432 H / 1 Maret 2011 M

Dewan Pimpinan Pusat – Front Pembela Islam

Ketua Umum Sekretaris Jenderal


Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab KH. Ahmad Sabri Lubis



——————————————————————-

Terlampir dalam surat tersebut sejarah Mirza Ghulam Ahmad

I. SEKILAS SEJARAH MIRZA GHULAM AHMAD (MGA) AL-KADZDZAAB

1839 MGA Al-Kadzdzaab dilahirkan di Desa Qodiyan – India.
1857 Ghulam Murtaza (Murtadha), ayah kandung MGA Al-Kadzdzaab, membantu Inggris membantai Para Pejuang Islam yang melawan penjajah Inggris di India. Banyak warga sipil muslimin jadi korban.
1877 MGA Al-Kadzdzaab mulai berda’wah dengan pesona untuk memikat umat Islam.
1880 MGA Al-Kadzdzaab mulai menulis kitab Barahin Ahmadiyah & mengaku sebagai Waliyullah yang memiliki keramat.
1883


MGA Al-Kadzdzaab secara terbuka memuji Inggris dan berjanji setia kepadanya.
1884 MGA Al-Kadzdzaab mulai didukung dan dibesarkan penjajah Inggris sebagai penghargaan kepadanya yang telah setia membantu Inggris.
1885 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Mujaddid (Pembaharu).
1891 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Imam Mahdi.
1901 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Nabi & Rasul.
1905 MGA Al-Kadzdzaab dipermalukan dan dikalahkan dalam Munazharah dgn Ulama India, di antaranya dengan Sayyid Atha-allah Al-Bukhari rhm.
1906 MGA Al-Kadzdzaab menantang Mubahalah Maulavi Nazhir Husein rhm.
1907 MGA Al-Kadzdzaab melakukan Mubahalah dgn Asy-Syeikh Abul Wafa Tsana-allah Al-Amrtasri rhm.
1908 MGA Al-Kadzdzaab mati hina berlumur kotoran dalam WC karena kolera.

II. AYAT CINTA DITOLAK, MUNAZHARAH DAN MUBAHALAH


1. Ayat Cinta Ditolak :


Ketika MGA Al-Kadzdzaab berusia hampir 60 (enam puluh) tahun, ia jatuh cinta kepada seorang wanita muslimah masih familinya yang bernama Muhammadi Begum. Beberapa kali MGA Al-Kadzdzaab melamarnya tapi ditolak, bahkan akhirnya wanita tersebut menikah dengan pria lain. MGA Al-Kadzdzaab pun marah dan mengatakan bahwa Allah berfirman akan menjadikan wanita tersebut sebagai janda dan akan membinasakan ayah dan suaminya dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak hari nikahnya, serta akan mengembalikan si wanita tersebut kepadanya (Lihat : Tadzkirah Hal 166 Brs 4-6 & Hal 226 Brs 4). Ternyata akhirnya, setelah tiga tahun si wanita tidak menjadi janda dan suaminya masih tetap hidup, bahkan MGA Al-Kadzdzaab yang mati lebih dahulu.

2. Kalah di Munazharah :

MGA Al-Kadzdzaab telah dikalahkan dan dipermalukan oleh para Ulama India dalam berbagai Munazharah (Perdebatan), mereka antara lain : Maulavi Muhammad Husein, Maulavi Muhammad Ali, Maulavi Mahmud Basyir, Maulavi Abdul Hakim, dan Sayyid ‘Atha-allah Al-Bukhari.

3. Binasa di Mubahalah :

MGA Al-Kadzdzaab pernah menantang Mubahalah (Saling Sumpah Dilaknat) para Ulama India, di antaranya Maulavi Nazhir Husein (Maulana Husein), namun tantangan Mubahalah itu hanya disampaikan secara lisan di hadapan pengikutnya, sehingga tidak terdokumentasikan.

Baru pada tgl. 15 April 1907 M, MGA Al-Kadzdzaab mengeluarkan Surat Mubahalah terhadap Asy-Syeikh Abul Wafa’ Tsana-allah Al-Amrtasri rhm yang isinya bahwa si pendusta akan dilaknat oleh Allah dan akan terkena kolera serta akan mati dalam keadaan hina di masa hidup si jujur. Ternyata akhirnya, tepat 13 bulan 11 hari, pada tgl. 26 Mei 1908 M, MGA Al-Kadzdzaab mati di dalam WC karena kolera dalam keadaan berlumuran kotoran, ia mati dilaknat dalam keadaan hina. Sedang si jujur Syeikh Tsana-allah rhm masih tetap hidup hingga 40 (empat puluh) tahun setelah kematian si pendusta MGA Al-Kadzdzaab.

III. BUKTI KEKAFIRAN AHMADIYAH


1. Isi Kitab Tadzkirah kumpulan ilham dan wahyu MGA Al-Kadzdzaab 840 halaman, antara lain :

No. Hal Brs KETERANGAN
1 1 1 Tadzkirah adalah wahyu yang suci.
(Hal 43 Brs 8 bhw Allah berfirman kpd MGA & Hal 278 Brs 16 & Hal 369 Brs 8 & Hal 376 Brs 13 & Hal 637 Brs 15 bhw Tadzkirah diturunkan Allah di Qadiyan). Nama Tadzkirah di Hal 284 Brs 13-14.

2 15 20 MGA sama dengan ketauhidan & keesaan Allah.
(Hal 196 Brs 4-6 & Hal 223 Brs 9 & Hal 246 Brs 5 & Hal 368 Brs 4 & Hal 276 Brs 14 & Hal 381 Brs 2 & Hal 395 Brs 1 & Hal 496 Brs 4 & Hal 579 Brs 5-6 & Hal 636 Brs 9).

3 43 8 Allah langsung berfirman kepada MGA Al-Kadzdzaab
(Hal 219 Brs 5 & 8, Hal 223 Brs 11, Hal 226 Brs 3).

4 51 4 Nama MGA sempurna, sedang nama Allah tidak sempurna.
(Hal 245 Brs 4 & Hal 277 Brs 11 & Hal 366 Brs 6).

5 63 2 Yang mendustai Ahmadiyah adalah Manusia Kotor & Babi.
6 154 21 MGA adalah Syahid, Mubasysyir & Nadziir, segala sesuatu ada di kedua kakinya.
7 192 8 MGA mengaku sebagai Al-Masih Ibnu Maryam.
(Hal 219 Brs 12 & Hal 222 Brs 5 & Hal 223 Brs 11-12 & Hal 243 Brs 12 & Hal 280 Brs 8 & Hal 378 Brs 8 & Hal 380 Brs 8-13 & Hal 387 & Brs 8-11 & Hal 401 Brs 5-6 & Hal 496 Brs 5 & Hal 579 Brs 10-11 & Hal 622 Brs 17 & Hal 637 Brs 21 & Hal 639 Brs 9

8 192 13 MGA makhluk terbaik di alam semesta.
(Hal 368 Brs 8-9 & Hal 373 Brs 8-9 & Hal 496 Brs 3 & Hal 579 Brs 6-7).

9 195 15 MGA menyatu dengan Allah dan dia menjadi Allah.
(Hal 696 Brs 14 & Hal 700 Brs 2).

10 197 9-21 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Pencipta Langit & Bumi.
11 373 7-8 MGA Al-Kadzdzaab bebas berbuat apa saja sesuka hatinya karena sudah diampuni Allah.
12 412 2 MGA Al-Kadzdzaab sama dengan anak Allah.
(Hal 436 Brs 2-3 & Hal 636 Brs 13 : bhw MGA Al-Kadzdzaab juga sama dengan ’Arsy Allah)

13 493 14 MGA Al-Kadzdzaab adalah Rasul. (Hal 385 Brs 10 & Hal 651 Brs 13)
14 651 3 MGA Al-Kadzdzaab adalah Nabi yang belum dikenal Allah.
15 668 12 MGA Al-Kadzdzaab sama seperti Al-Qur’an dan akan mendapatkan Al-Furqan.
16 748 4-10 Selain pengikut MGA Al-Kadzdzaab adalah kafir yg boleh diculik & dibunuh dengan cara sadis kapan saja & dimana saja.
17 749 1-3 MGA Al-Kadzdzaab adalah Imam yang diberkahi, dan Laknat Allah atas yang mengingkarinya.
Isi Kitab Ruhani Khazain kumpulan karangan MGA Al-Kadzdzaab 23 jilid antara lain :
No. Juz Hal KETERANGAN
1 3 21 Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzdzaab menyatakan kesediaan berkorban utk Penjajah Inggris. (Hal.130 : Pujian utk Inggris)
2 3 166 MGA Al-Kadzdzaab mewajibkan berterima-kasih kpd penjajah Inggris sbg pemerintah yg diberkahi. (Hal.373 : Doa utk Inggris)
3 8 36 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Pelayan Setia Penjajah Inggris. (Juz 15 Hal 155 & 156).
4 10 296 MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as seorang pecandu arak / pemabuk.
5 11 289 MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as biasa berbuat keji, lancang lidah & berdusta.
6 11 290 MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as tidak memiliki Mu’jizat.
7 11 291 MGA Al-Kadzdzaab menyatakan bahwa Nabi Isa as lahir dari keturunan penzina.
8 16 26 MGA Al-Kadzdzaab menghapuskan Hukum Jihad. (Juz 17 Hal 443).
9 17 435 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Pembawa Syariat.
10 18 207 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai jelmaan Nabi Muhammad SAW dan sebagai Rasul.
11 19 50 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai jelmaan Maryam as, lalu jelmaan Nabi Isa as. (Juz 22 Hal 351)
12 22 154 MGA Al-Kadzdzaab mengaku sebagai Nabi.

IV. MENANGKAL SYUBHAT AHMADIYAH


Dengan fakta dan data kekafiran Ahmadiyah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad (MGA) Al-Kadzdzaab sebagai Nabi dan Rasul, serta sebagai Imam Mahdi dan Al-Masiihul Al-Mau’uud.
2. Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad (MGA) Al-Kadzdzaab mendapat wahyu dari Allah, yang semua wahyu tersebut dihimpun dalam Kumpulan Wahyu Suci yang disebut Kitab Suci Tadzkirah.
3. Ahmadiyah meyakini Mirza Ghulam Ahmad (MGA) Al-Kadzdzab telah menyatu dgn Allah, dan menjadi anak Allah, lalu menjadi Allah, bahkan akhirnya lebih sempurna dari Allah.
Sebagai catatan, bahwa Ahmadiyah tidak hanya mengakui MGA Al-Kadzdzaab sebagai Nabi, tapi juga mengakui banyak tokoh-tokoh Ahmadiyah sepeninggal MGA Al-Kadzdzaab sebagai para Nabi, karena pintu keNabian dalam ajaran Ahmadiyah akan selalu terbuka hingga Hari Qiyamat. Para Tokoh Ahmadiyah yang mengaku sebagai Nabi, antara lain :

1. Yar Muhammad Qadiyani 7. Siddik Dindar Qadiyani
2. Nur Ahmad Qabli 8. Syeikh Ismail Qadiyani
3. Ciraghdin Jamwi 9. Yar Muhammad Wakil hosyiyar Puri
4. Abdu Latif Qadiyani 10. Muhammad Bakhasy Qadiyani
5. Ghulam Muhammad Qadiyani 11. Nabi Bakhasy Miraj
6. Abdullah Timarpuri
Namun demikian, Ahmadiyah melalui berbagai buku cetakan yang mereka terbitkan dalam berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa Indonesia, selalu menggunakan jurus DALIL BERKELIT untuk upaya pembenaran kesesatan dan kekafiran mereka, antara lain :

1. SYUBHAT AHMADIYAH TENTANG ” Kitab Tadzkirah ”


Dalil Berkelit Ahmadiyah :

Tadzkirah itu bukan kitab suci dan bukan juga karangan Mirza Gulam Ahmad, tapi ditulis setelah 23 tahun wafatnya Mirza Ghulam Ahmad, dan itu juga bukan wahyu melainkan hanya merupakan kumpulan ilham yang dialami Mirza Ghulam Ahmad sebagaimana ilham yang diperoleh para Ulama kaum muslimin lainnya.

Jawab :

Ya, Tadzkirah itu memang bukan kitab suci dan juga bukan wahyu, bahkan bukan pula karangan MGA Al-Kadzdzaab. Dan di cover judul kitab Tadzkirah pun tertulis Majmu’ah Ilhaamaat yang artinya kumpulan ilham. Akan tetapi isi kandungan kitab Tadzkirah itu lain lagi faktanya, sebagaimana telah dituangkan dalam jadwal Bukti Kekafiran Ahmadiyah di atas, antara lain sebagai berikut :

a. Di halaman pertama tertulis judul utama kitab Tadzkirah ya’ni Wahyun Muqoddas artinya Tadzkirah ialah Wahyu yang suci.
b. Di halaman 43 tertulis Khoothobanii Robbii wa Qoolaartinya Tuhanku bicara kepadaku dan berfirman, dan di halaman 219 tertulis Huwa Naadaanii wa Qoola artinya Dia (Tuhan) memanggilku dan berfirman, begitu pula di halaman 223 dan 226.
c. Di halaman 369 tertulis Innaa Anzalnaahu Qoriiban minal Qodiyaan artinya sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkannya (Tadzkirah) dekat dengan (Desa) Qodiyan.
Jadi, dengan bukti tersebut jelas bahwa kitab Tadzkirah itu sendiri lah yang sudah mengaku dan telah mengklaim sebagai wahyu ilahi dan sebagai kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada MGA Al-Kadzdzaab. Dan dalam Tadzkirah itu sendiri dituliskan pengakuan MGA Al-Kadzdzaab sendiri bahwa Allah SWT berfirman kepadanya.

2. SYUBHAT AHMADIYAH TENTANG ” Khaataman Nabiyyin ”


Firman Allah SWT dalam QS.33.Al-Ahzaab ayat 40 :

Artinya : ” Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan Khaataman Nabiyyin.”


Dalil Berkelit Ahmadiyah :

Sesungguhnya kata Khaatam dalam tersebut di atas mau pun dalam hadits-hadits Nabi artinya cincin atau stempel atau yang paling mulia, sehingga Khaataman Nabiyyiin maksudnya adalah cincin para Nabi atau stempel para Nabi atau Nabi yang paling mulia, bukan penutup para Nabi. Dalilnya :

a. QS.44.Ad-Dukhaan : 5

Artinya : ” Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus para Rasul ”.Jadi, hanya Allah yang mengutus para Nabi dan Rasul, sehingga hanya Allah jualah yang berhak menutupnya, bukan Nabi Muhammad. Karenanya, sifat Khaataman Nabiyyin hanya untuk Allah, bukan untuk manusia.

Jawab :

Pada hakikatnya memang Allah SWT yang menutup para Nabi dan Rasul, lalu kapan keNabian dan kerasulan itu ditutup oleh Allah SWT ? Dan siapakah Nabi dan Rasul terakhir yang dijadikan oleh Allah SWT sebagai penutup keNabian dan kerasulan tersebut. Jawabnya, Allah SWT melalui firman-Nya dalam QS.33.Al-Ahzaab : 40 telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi dan Rasul.


b. Hadits tentang Ali sebagai Khaatamul Auliyaa’


Artinya : ” Saya adalah Khaatam para Nabi dan Ali adalah Khaatam para Wali.”Andaikata arti Khaatam adalah penutup, maka Ali adalah penutup para Wali, namun faktanya setelah Ali masih banyak para Wali yang lahir. Karenanya, kata Khaatam bukan berarti penutup melainkan cincin atau stempel atau yang paling mulia.

Jawab :

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Khathib Al-Baghdadi rhm dan dinyatakan oleh beliau sebagai Hadits Palsu, sehingga tidak perlu lagi dikomentari.

c. Hadits tentang ’Abbas sebagai Khaatamul Muhaajiriin

Artinya : ” Tenanglah wahai paman, sesungguhnya engkau adalah Khaatam para muhajir dalam Hijrah sebagaimana aku penutup para Nabi dalam Nubuwwah.”Andaikata arti Khaatam adalah penutup, maka ’Abbas adalah penutup para Muhajir dalam Hijrah, namun faktanya setelah ’Abbas masih banyak orang yang hijrah, bahkan hingga zaman sekarang pun masih ada yang hijrah. Karenanya, kata Khaatam bukan berarti penutup melainkan cincin atau stempel atau yang paling mulia.

Jawab :

Hadits tersebut riwayat Imam Ahmad rhm, dan hadits serupa diriwayatkan juga oleh Imam Ath-Thabrani rhm. Isi hadits tersebut benar dan tidak meleset, karena memang Sayyidina ’Abbas RA adalah orang terakhir yang hijrah dari Mekkah ke Madinah sebelum Fathu Makkah. Sedangkan setelah Fathu Makkah, tidak ada lagi orang hijrah dari Mekkah, karena sejak saat itu hingga saat ini Mekkah selalu dalam penguasaan kaum muslimin, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

Artinya : ” Tidak ada Hijrah setelah Fathu Mekkah.”Jadi, arti Khaatam dalam hadits tersebut adalah penutup, sehingga makna hadits menunjukkan bahwa ’Abbas RA adalah penutup para Muhajir dan Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi.

d. Hadits tentang Akhir Masjid


Artinya : ” Sesungguhnya aku adalah akhir para Nabi dan masjidku ini adalah akhir masjid-masjid.”Akhir dalam hadits ini tidak berarti paling akhir, faktanya masjid Nabi Muhammad bukanlah masjid terakhir, melainkan masih banyak masjid-masjid lagi lahir hingga kini. Karenanya, Akhir dalam hadits ini harus diartikan yang paling mulia, sehingga maksud hadits adalah bahwa Nabi Muhammad ialah Nabi yang paling mulia dan masjidnya juga masjid yang paling mulia.

Jawab :

Akhir dalam hadits tersebut bermakna yang paling akhir, dan kenyataannya memang demikian. Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir begitu juga masjidnya adalah masjid yang terakhir di antara masjid-masjid yang dibangun oleh para Nabi. Kata Al-Masaajid dalam hadits tersebut dalam bentuk ma’rifah artinya masjid-masjid tertentu yaitu masjid-masjid para Nabi, bukan semua masjid yang dibangun oleh manusia.

e. Hadits tentang ’Aisyah yang melarang menyebut tidak ada Nabi setelahnya.

Artinya : ” Katakanlah sesungguhnya dia adalah Khaatamun Nabiyyiin, tapi jangan katakan tidak ada Nabi setelahnya.”Andaikata arti Khaatam adalah penutup, maka ’Aisyah tidak akan melarang untuk mengatakan ”Tidak ada Nabi setelahnya” . Larangan ’Aisyah menunjukkan bahwa makna Khaatam bukan penutup.


Jawab :

Hadits Sayyidah ’Aisyah RA tersebut ada dalam kitab Majma’ Al-Bihaar, dan penulisnya menyatakan bahwa yang dimaksud Sayyidah ’Aisyah adalah akan datangnya Nabi ’Isa AS. Jadi, Siti ’Aisyah sedang menafi anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW tidak ada lagi kedatangan Nabi ’Isa AS, bukan menafi ditutupnya keNabian.

Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya membuat pertanyaan bagaimana Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi terakhir sedang nanti akan datang turun Nabi ’Isa AS ? Beliau pun menjawab bahwa yang dimaksud Nabi Terakhir adalah bahwa setelahnya tidak ada manusia yang diangkat jadi Nabi, sedang Nabi ’Isa telah diangkat menjadi Nabi sebelumnya.

Selain itu, tercatat dalam sejarah bahwa para Shahabat banyak yang menulis ayat-ayat Al-Qur’an dalam mush-haf pribadinya dengan sekaligus menulis tafsir atau penjelasannya pada ayat-ayat tertentu. Sehingga patut diduga bahwa ketika itu ada yang menulis atau membaca Laa Nabiyya Ba’dahu setelah Khaataman Nabiyyiin pada ayat QS.33.Al-Ahzaab : 40 dalam mush-haf pribadinya, sehingga Sayyidah ’Aisyah RA menegurnya agar cukup menulis atau membaca Khaataman Nabiyyiin tanpa tambahan Laa Nabiyya Ba’dahu, karena dikhawatirkan penulisan atau pembacaan tambahan tersebut akan menimbulkan sangkaan di kemudian hari bahwa tambahan tersebut bagian dari ayat Al-Qur’an, padahal bukan.

Jadi, makna Khaatam dalam hadits Sayyidah ’Aisyah RA tersebut adalah penutup.


3. SYUBHAT AHMADIYAH TENTANG ” Laa Nabiyya Ba’dii ”


Sabda Rasulullah SAW dalam hadits riwayat At-Tirmidzi rhm :

Artinya : ” ِAku adalah Penutup Para Nabi tidak ada Nabi setelahku.”


Dalil Berkelit Ahmadiyah :


Sesungguhnya kata ba’da dalam hadits ” Laa Nabiyya Ba’dii ” artinya bukan setelah, melainkan menentang, sehingga maksud hadits tersebut ialah tidak ada lagi Nabi yang menentangku. Dalilnya :

a. QS.45.Al-Jaatsiyah : 6

Artinya : ” Maka dengan perkataan manakah Ba’da Allah dan ayat-ayat-Nya mereka akan beriman.”Andaikata Ba’da diartikan setelah atau sesudah maka makna dalam ayat di atas adalah sesudah Allah. Makna tersebut merusak aqidah karena Allah tidak berkesudahan. Karenanya, makna Ba’da harus diartikan menentang, sehingga maksud ayat tersebut adalah menentang Allah. Dengan demikian, makna Laa Nabiyya Ba’dii adalah tidak ada Nabi yang menentangku.


Jawab :

Makna Ba’da dalam ayat di atas adalah setelah, dan antara lafazh Ba’da dengan lafazh Allah adalah lafazh yang mahdzuuf (dihilangkan) yaitu lafazh Hadiits (perkataan), sehingga arti ayat adalah : ” Maka dengan perkataan mana lagikah mereka akan beriman setelah (perkataan) Allah dan ayat-ayat-Nya.” Karenanya tidak ada unsur yang merusak aqidah.

Dengan demikian, makna Ba’da dalam ayat tersebut sejalan dengan makna Ba’da dalam hadits Laa Nabiyya Ba’dii.


b. Hadits tentang Kisra dan Kaisar


Artinya : ” Jika binasa seorang Kisra maka tidak ada Kisra ba’dahu, dan jika binasa seorang Kaisar maka tidak ada Kaisar ba’dahu.”Jika ba’dahu diartikan setelahnya, maka hadits ini bertentangan dengan kenyataan, karena setelah kematian Kisra dan Kaisar di zaman Nabi Muhammad SAW, ternyata masih ada Kisra dan Kaisar lain yang menggantikannya. Karenanya, ba’dahu harus diartikan sepertinya atau semacamnya agar sesuai dengan kenyataan.

Dengan demikian, makna Laa Nabiyya Ba’dii adalah Tidak ada Nabi sepertiku.

Jawab :

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim serta para perawi Sunan. Makna ba’dahu dalam hadits tersebut adalah setelahnya. Dan faktanya memang demikian, bahwa setelah kematian Kisra Persia dan Kaisar Romawi yang sezaman dengan Nabi Muhammad SAW tidak pernah lagi lahir Kisra Persia dan Kaisar Romawi yang kekuatan dan kekuasaannya seperti Kisra Persia dan Kaisar Romawi tersebut hingga kini. Bahkan semakin hari para penggantinya semakin lemah dan semakin rapuh hingga akhirnya lenyap sama sekali. Kisra Persia punah di zaman Sayyidina Umar ibnu Al-Khaththab RA, sedang Kaisar Romawi punah pada tahun 1461 M.

Dengan demikian hadits tersebut tidak merubah makna Ba’da sama sekali, sehingga makna Laa Nabiyya Ba’dii adalah Tidak ada Nabi setelahku.


c. Hadits tentang 30 Nabi Palsu.


Artinya : ” Sesungguhnya akan ada di umatku tiga puluh pendusta semuanya menyangka bahwa dirinya adalah seorang Nabi. Aku adalah Khaatam para Nabi dan tidak ada Nabi Ba’di.”

Dalam hadits ini dikabarkan ada tiga puluh Nabi Pendusta. Dalam Syarah Shahih Muslim Ikmalul Ikmal yang ditulis pada tahun 828 H disebutkan bahwa hingga zaman tersebut sudah mencapai tiga puluh orang yang mengaku sebagai Nabi. Karenanya, Mirza Ghulam Ahmad tidak masuk dalam golongan yang tiga puluh tersebut, karena Mirza Ghulam Ahmad baru lahir di abad belakangan.

Lagi pula yang disebutkan dalam hadits adalah Nabi Pendusta, sehingga tidak mencakup Nabi yang tidak pendusta seperti Mirza Ghulam Ahmad.

Jawab :

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi rhm. Dan Hadits tersebut tidak membatasi jumlah Nabi Pendusta hanya tiga puluh orang saja, melainkan hanya menyebutkan suatu jumlah Nabi Pendusta yang akan tercapai, sehingga bisa berjumlah tiga puluh, bisa juga lebih. Hal ini semakin jelas melalui riwayat Imam Ath-Thabrani rhm dan Imam Abu Ya’la rhm yang menyebutkan jumlah Nabi Pendusta mencapai tujuh puluh orang :

Artinya : ” Tidak akan terjadi Qiyamat sehingga akan keluar tujuh puluh pendusta.”

Dengan demikian, semua orang yang mengaku Nabi setelah Nabi Muhammad SAW adalah pendusta, baik masuk yang tiga puluh atau tujuh puluh atau di luar jumlah tersebut.


d. Hadits tentang Ibrahim putra Muhammad.


Artinya : ” Jika ia (Ibrahim putra Muhammad) hidup niscaya akan menjadi seorang Shiddiq dan seorang Nabi. ”

Wafatnya Ibrahim ibnu Muhammad di tahun 9 H, sedang ayat Khaataman Nabiyyiin diturunkan tahun 5 H. Andaikata makna Khaatam adalah penutup tentu Muhammad tidak akan bersabda demikian.

Jawab :

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Maajah rhm. Dalam memahami maksud hadits tersebut harus dilihat hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Maajah yang bersumber dari Ibnu Abi Aufa RA :

Artinya : ” Wafat (Ibrahim) sewaktu kecil. Andaikan ditaqdirkan ada lagi Nabi setelah Muhammad, tentu putra beliau akan panjang usia, tetapi sesudah beliau tidak ada Nabi lagi.”

Jadi jelas, dengan menggabungkan kedua hadits tersebut dapat diambil kesimpulan dengan mudah bahwasanya Ibrahim tidak akan hidup panjang sehingga tidak akan pernah jadi seorang Nabi, dan sudah menjadi ketentuan ilahi bahwa Muhammad SAW adalah Akhir Nabi.

e. Hadits tentang bangsa Persia.


Artinya : ” Andaikan agama berada di bintang Tsurayya niscaya seorang lelaki dari Persia pergi kepadanya hingga ia meraihnya.”Hadits ini menunjukkan bahwa akan datang seorang Persia membawa agama, sehingga sesuai dengan kedatangan Mirza Ghulam Ahmad yang datang membawa agama, karena dia berasal dari bangsa Persia.

Jawab :

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim rhm. Dan Hadits tersebut menjadi hujjah tentang keutamaan bangsa Persia yang terkenal dengan kecerdasannya. Faktanya memang dari Persia telah lahir banyak orang besar seperti Sayyidina Salman Al-Farisi, ِAbu Ishaq Al-Marwadzi, Abu Hamid Al-Marwadzi, Al-Qaffal Al-Kabir, Abu Syuja Al-Ishfahani, Imam Al-Baihaqi, Qadhi Husein Al-Marwadzi, Imam Al-Baidhowi, Imam Hamain, Imam Al-Ghazali, dan sebagainya.

Jadi, hadits tersebut tidak hubungannya dengan Nabi baru dan palsu serta pendusta seperti Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzdzaab.

4. SYUBHAT AHMADIYAH TENTANG ” Nabi Baru ”.


Dalil Berkelit Ahmadiyah :


Di dalam Al-Qur’an terdapat dalil yang menunjukkan adanya Nabi baru setelah Nabi Muhammad, antara lain :

a. QS.3.Aali-’Imraan : 179 & QS.22.Al-Hajj : 75


Artinya : ” Akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara para Rasul-Nya.”Artinya : ” Allah memilih para utusan-Nya dari Malaikat dan dari manusia.”


Dalam kedua ayat di atas Allah menggunakan fi’il mudhori Yajtabii dan Yashtofii, sehingga proses pemilihan para Rasul sedang dan terus berlangsung sampai Hari Qiyamat.

Dengan demikian, ada Nabi baru yang akan diutus Allah setelah Nabi Muhammad.

Jawab :

Pada dasarnya fi’il mudhori’ menunjukkan waktu sedang dan akan datang, kecuali jika ada maani’ (penghalang) yang mengharuskan diartikan sebagai waktu lampau.

Misalnya firman Allah SWT dalam QS.2.Al-Baqarah ayat 91 :

Artinya : ” Katakanlah (Wahai Muhammad kepada kaum Yahudi) : ” Mengapa kamu sekalian membunuh para Nabi Allah sebelum ini (dahulu), jika kamu sekalian adalah orang-orang yang beriman.”

Lafazh Taqtuluuna adalah fi’il mudhori’, namun maknanya untuk masa lampau, bahkan peristiwa yang sudah berlalu ratusan hingga ribuan tahun sebelumnya. Demikian juga lafah Yajtabii dan Yashtofii dalam kedua ayat di atas adalah fi’il mudhori’ yang bermakna masa lampau.


b. QS.7.Al-A’raaf : 35.


Artinya : ” Wahai anak-anak Adam jika datang para Rasul dari pada kamu………”Penggunaan fi’il mudhori’ Ya’tiya dalam ayat ini menunjukkan bahwa kedatangan para Rasul sedang dan akan terus berlangsung hingga Hari Qiyamat.

Jawab :

Sebagaimana jawaban sebelumnya bahwa fi’il mudhori’ terkadang bermakna madhi (masa lampau), sehingga ayat tersebut tidak menunjukkan keberlangsungan kedatangan para Rasul hingga Hari Qiyamat.


c. Jika QS.17.Al-Israa’ : 15.

Artinya : ” Dan Kami tidak akan meng’azab sehingga Kami mengutus seorang Rasul.”Di setiap zaman hingga sekarang, Allah menurunkan azab besar kepada manusia, sehingga sesuai janji-Nya bahwa Dia tidak meng’azab sebelum mengutus seorang Rasul. Jadi, selama azab melanda dunia hingga hari Qiyamat, maka di setiap zaman hingga sekarang Allah akan mengutus seorang Rasul.

Jawab :

Ayat tersebut tidak menunjukkan akan datangnya seorang Rasul di setiap zaman hingga Hari Qiyamat, melainkan bahwa sejak umat Nabi Adam AS hingga umat Nabi Muhammad SAW tidak ada umat yang di’azab oleh Allah SWT kecuali setelah kedatangan para Nabi umatnya masing-masing.

Jadi, umat zaman sekarang sudah datang kepadanya Nabinya yaitu Muhammad SAW, sehingga jika mereka tidak mematuhi dan mengikutinya maka akan datang ’azab Allah SWT. Dan walau pun umat zaman sekarang tidak berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW, tapi selama telah sampai kepada mereka Da’wah Islam berarti telah sampai Da’wah Nabi Muhammad SAW kepada mereka.

d. QS.23.Al-Mu’minuun : 51.


Artinya : ” Wahai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang soleh.”Fi’il Amr (kata perintah) dalam ayat ini menunjukkan mustaqbal (masa depan) yaitu tuntutan suatu pekerjaan di masa yang akan datang. Dan lafazh Rusul menunjukkan makna jama’ (banyak). Jadi, ayat ini memerintahkan para rasul dari zaman Nabi Muhammad dan sesudahnya untuk memakan makanan yang baik-baik dan mngerjakan amal yang soleh.

Jawab :

Fi’il Amar dalam ayat tersebut diturunkan untuk Rasulullah SAW, dan penyebutan beliau dengan lafazh Rusul dalam bentuk jama’ untuk takrim (penghormatan), sebagaimana firman Allah SWT tentang Nabi Nuh AS :

Artinya : ” Dan kaum Nuh tatkala mereka mendustakan para Rasul maka Kami tenggelamkam mereka.”Padahal yang didustakan oleh kaum Nuh hanya Nabi Nuh AS seorang, tapi dalam ayat tersebut Nabi Nuh AS disebut Rusul (Para Rasul) untuk pengormatan terhadap kemuliaannya sebagai seorang Nabi.

Jadi jelas, bahwa ayat tersebut di atas tidak ada sangkut paut dengan adanya Nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW.

QS.61.Ash-Shaff : 6.


Artinya : ” …… dan (aku ’Isa adalah) pemberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad.”Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Nabi yang akan datang adalah Ahmad bukan Muhammad. Dan Mirza Ghulam Ahmad namanya adalah Ahmad sebagaimana dimaksud oleh ayat tersebut.

Jawab :

Salah satu nama Nabi Muhammad SAW adalah Ahmad, dan beliau adalah Rasul yang datang langsung setelah diangkatnya Nabi ’Isa AS tanpa didahului oleh seorang Rasul pun.

Jadi, ayat tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang dimaksud Ahmad adalah Nabi Muhammad SAW, bukan Miraza Ghulam Ahmad Al-Kadzdzaab.

V. MENJAWAB SEJUMLAH PERSOALAN

1. Bukankah Ahmadiyah sama dengan Islam, karena Syahadat, Al-Qur’an, Rukun Iman dan Rukun Islamnya sama dengan dengan umat Islam yang lain ?


Jawab :

Adanya persamaan antara Ahmadiyah dan Islam tidak berarti Ahmadiyah sama dengan Islam, sebagaimana adanya persamaan monyet dan manusia tidak berarti monyet sama dengan manusia. Ahmadiyah berbeda dengan Islam dalam pokok-pokok ajaran Islam yang sangat prinsip dan mendasar serta fundamental, sebagaimana termaktub dalam Bukti Kekafiran Ahmadiyah tersebut di atas.

Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) ditegaskan secara eksplisit bahwa Ahmadiyah menganut agama Islam versi pemahaman Mirza Ghulam Ahmad. Artinya, semua yang termaktub dalam Bukti Kekafiran Ahmadiyah tersebut di atas adalah merupakan ajaran yang dianut Ahmadiyah.

Jika masih mungkin, di alinea tambahan yang ana tulis di amplop coklat kemarin, tambah satu alinea lagi isinya :

Ahmadiah telah menodai Islam, bahkan telah menodai agama lain juga, seperti yang termaktub dalam Kitab Ruhani Khozain sebagaimana tertera dalam Bukti Kekafiran Ahmadiah di atas bahwa Nabi Isa putra Maryam adalah PEMABUK dan ANAK ZINA. Ini penistaan buat Islam dan juga buat Nashrani, yang kedua agama ini sangat memuliakan Nabi Isa AS. Jadi jelas, Ahmadiah bukan Islam, tapi aliran sesat menyesatkan.

2. Kenapa umat Islam tidak boleh bertoleransi kepada penganut Ahmadiyah, tapi bisa bertoleransi kepada penganut Kristen, Budha dan Hindu ? Bukankah Islam sangat menghargai ”Kebebasan Beragama” ?

Jawab :

Islam sangat menghargai Kebebasan Beragama, tapi Islam tidak pernah mentolerir Penodaan Agama. Islam mengharamkan pemaksaan umat agama lain untuk masuk ke dalam agama Islam, bahkan mengharamkan segala bentuk penghinaan dan gangguan terhadap umat agama lain.

Kristen , Budha dan Hindu memiliki agama dan konsep ajaran sendiri, sehingga mereka mesti dihargai dan dihormati, serta tidak boleh diganggu selama mereka tidak mengganggu Islam. Inilah Kebebasan Beragama.

Sedang Ahmadiyah mengatasnamakan Islam tapi menyelewengkan ajaran Islam, sehingga mereka sudah menyerang, mengganggu dan merusak Islam. Itulah Penodaan Agama, karenanya mereka mesti dilawan dan dilenyapkan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam.


3. Lalu bagaimana jika Ahmadiyah mendirikan agama sendiri, misalnya dengan nama Ahmadiyah / Qodiyaniyah / Mirzaiyah, atau nama lainnya, apa bisa ditoleransi ?

Jawab :

Tidak boleh ! Lagi pula mustahil !

Tidak boleh sebab menjadikan Ahmadiyah sebagai agama tersendiri merupakan bentuk legitimasi dan legalisasi terhadap penodaan agama yang dilakukan Ahmadiyah.

Mustahil sebab isi ajaran Ahmadiyah semuanya hasil jiplakan dari ajaran Islam yang kemudian diselewengkan, shg jika jadi agama baru berarti harus menanggalkan semua jiplakan tersebut, dan itu tidak mungkin bisa mereka lakukan.

Selama Ahmadiyah masih tetap menggunakan label, simbol dan atribut Islam, juga masih menjiplak konsep Islam, serta masih membajak Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam ajarannya, maka tetap tidak bisa ditoleransi, karena itu tetap sebagai Penodaan Agama.

4. Bukankah Ahmadiyah ada dua aliran Qadiyani dan Lahore, mana yang sesat ?

Jawab :

Keduanya sama sesatnya, karena sama-sama mengakui MGA Al-Kadzdzaab sebagai Imam, guru, mursyid, pembawa berita gembira, dan peringatan serta pengemban mubasysyirat yang menerima wahyu dari Allah SWT. Padahal, MGA Al-Kadzdzaab sudah terang sesat dan murtadnya karena mengaku sebagai Nabi dan rasul, bahkan telah menyatu dengan Allah.


Jadi, walau pun Ahmadiyah Lahore tidak mengakui MGA Al-Kadzdzaab sebagai Nabi, tapi tetap mengakuinya sebagai penerima wahyu. Dengan demikian, kesesatan Ahmadiyah Lahore sangat jelas, yaitu menjadikan manusia yang nyata-nyata sesat dan murtad serta kafir sebagai Imam yang menerima wahyu. Ada pun kesesatan Ahmadiyah Qodiyani lebih jelas lagi, yaitu mengakui adanya Nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW.

Perlu diketahui bahwa Ahmadiyah bukan hanya dua aliran tapi banyak, sekurangnya yang terkenal ada lima dan semuanya sesat, yaitu :

a. Ahmadiyah Qodiyani d. Ahmadiyah Timarpuri
b. Ahmadiyah Lahore e. Ahmadiyah Sambaryali
c. Ahmadiyah Zahiri


5. Siapa pun tidak berhak untuk memvonis Kafir atau Sesat kepada seseorang atau suatu golongan, karena sesungguhnya yang berhak untuk memvonis Kafir atau Sesat hanyalah Allah SWT ?

Jawab :

Memang, Allah SWT lah yang berhak menetapkan seseorang atau suatu golongan itu Kafir atau Sesat. Tapi bagaimana cara Allah SWT menetapkannya ? Yaitu dengan cara memberi ketentuan pokok-pokok keimanan mau pun keislaman melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah. Nah, siapa pun yang melanggar ketentuan tersebut, maka sesat dan kafirlah mereka. Berdasarkan ketentuan itulah, maka Ulama berhak memfatwakan seseorang atau suatu golongan itu Kafir atau Sesat.

Misalnya :

a. Dalam QS.5.Al-Maa-idah : 17 dinyatakan bahwa orang yang mengatakan bahwa Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam adalah Kafir.

b. Dalam QS.29.Al-‘Ankabuut : 48 dinyatakan bahwa orang yang menolak dan menentang ayat-ayat Allah SWT adalah Kafir.

c. Dalam QS.48.Al-Fath : 13 dinyatakan bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW adalah Kafir.

Maka untuk golongan orang-orang sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat tersebut di atas, para Ulama berhak memfatwakan bahwa mereka adalah Kafir berdasarkan ketetapan Allah SWT dalam Al-Qur’an. Begitulah yang semisalnya.

6. Rasulullah SAW tidak pernah memerangi Musailamah Al-Kadzdzaab yang mengaku sebagai Nabi, bahkan ketika dua orang utusan Musailamah datang menghadap Nabi SAW diterima dan disambut dengan baik, mereka tidak diganggu atau dimusuhi, apalagi dibunuh ? Lalu kenapa sekarang pengikut Ahmadiyah diganggu dan dimusuhi, bahkan ada fatwa yang menghalalkan darah mereka ?!


Jawab :

Tidak benar seperti itu ceritanya ! Yang benar sebagai berikut :

Musailamah Al-Kadzdzab berasal dari Najd, ia pernah ke Madinah dan masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW pada tahun 9 H. Kemudian setahun berikutnya, yaitu di tahun 10 H ia mengaku sebagai Nabi. Di akhir Tahun 10 H, Musailamah Al-Kadzdzaab mengirim dua orang utusan menghadap Nabi SAW.

Tatkala kedua utusan tersebut datang menjumpai Rasulullah SAW, maka beliau bertanya kepada keduanya tentang pengakuan Musailamah Al-Kadzdzaab sebagaia Nabi. Dan saat keduanya mengakui keNabian Muailamah, maka Nabi SAW mengatakan : ”Jika utusan boleh dibunuh, niscaya aku bunuh kalian berdua !”. Lalu kedua utusan diusir seraya Nabi SAW bersabda : ”Kembalilah kalian berdua ke Musailamah, katakanlah kepadanya bahwa dia adalah Al-Kadzdzaab (Sang Pendusta). Suruhlah ia bertaubat, atau niscaya akan aku perangi !”

Ternyata, Musailamah Al-Kadzdzaab dan pengikutnya membangkang. Nabi SAW pun mengirim sejumlah Shahabat untuk berda’wah menyadarkan mereka, tapi ditolak. Lalu Nabi SAW merencanakan perang terhadap Musailamah Al-Kadzdzaab, namun karena pengikut Musailamah mencapai 40.000 orang, maka perencanaan tersebut harus betul-betul matang. Nah, dalam proses perencanaan perang tersebutlah Nabi SAW wafat di bulan Rabi’ul Awwal tahun 11 H.

Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar RA pada tahun 12 H mengirim pasukan besar di bawah komando Khalid ibnu Al-Walid RA untuk menumpas Musailamah Al-Kadzdzaab dan pengikutnya.

Selain Musailamah, juga di tahun 10 H masih ada seorang dukun berkulit hitam di negeri Yaman yang juga mengaku sebagai Nabi, yaitu Al-Aswad Al-’Ansi. Saat itu Rasulullah SAW menyurati kaum muslimin di Yaman untuk membunuh Nabi palsu tersebut, sehingga akhirnya seorang pemuda bernama Fairuz berhasil membunuhnya sebulan wafatnya Nabi SAW, dan Nabi SAW pun memuji sang pemuda.

Jadi, penanganan Nabi palsu di zaman Nabi SAW dan para Shahabat ada dua langkah : Pertama, Istitaabah yaitu menuntut pertaubatan. Kedua, dibunuh atau diperangi.

7. Bukankah pelarangan Ahmadiyah merupakan pelanggaran HAM dan Kriminalisasi Keyakinan ? Apalagi jika dilakukan oleh Negara, maka akan menjadi pelanggaran Konstitusi Negara sekaligus Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ?

Jawab :

Justru pembiaran Ahmadiyah sebagai penoda Islam adalah pelanggaran HAM. Ahmadiyah telah melanggar Hak Asasi Umat Islam dengan menodai dan menistai ajaran Islam. Dan Ahmadiyahlah yang telah mengkriminalisasikan kemurnian ajaran Islam. Jadi, Ahmadiyahlah pelaku kriminal keyakinan & pelanggar HAM yang sebenarnya.

Berbagai aliran sesat di Indonesia selama ini cukup diproses dengan KUHP pasal 156a, tanpa perlu SKB apalagi Keppres. Dan proses hukumnya berjalan dengan baik, serta tidak menimbulkan gejolak, masyarakat pun kondusif. Penegakan hukum tersebut tidak menjadi pelanggaran HAM.

Lalu kenapa dalam penanganan Ahmadiyah harus berliku-liku, melalui Fatwa MUI, Rekomendasi Bakorpakem, SKB, SK Kepala Daerah dan kini harus menanti Keppres pula, sehingga persoalannya jadi berlarut-larut dan menimbulkan banyak korban. Kekebalan Ahmadiyah terhadap KUHP pasal 156a, bahkan terhadap UU Penodaan Agama secara keseluruhan, dan pengistimewaannya dengan proses yang berliku dan rumit adalah bentuk diskriminasi hukum. Justru ini yang melanggar HAM.

Karenanya, Negara berkewajiban untuk menjaga dan melindungi kemurnian ajaran Islam sebagai agama mayoritas warga negara RI, sesuai Amanat Konstitusi. Sebaliknya, pembiaran Ahmadiyah oleh Negara berarti :

a. Penistaan terhadap kemurnian aqidah Islam.
b. Pelecehan terhadap Hak Asasi Umat Islam
c. Penciptaan konflik agama di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Memelihara kerusakan dalam tatanan kehidupan beragama di Indonesia.
e. Pelanggaran terhadap Konstitusi Negara RI yang telah menjamin untuk menjaga agama-agama yang diakui dari segala bentuk penistaan.
f. Penghancuran Tatanan Rumah Tangga Umat Islam sehinggga terjebak secara formal sistematis dalam perkawinan tidak sah dengan golongan Kafir Ahmadiyah karena di KTP mereka tertulis agama Islam.
g. Pemberian peluang kepada golongan Kafir Ahmadiyah untuk memperoleh visa Umroh & Haji, karena di KTP mereka tertulis agama Islam, sehingga secara sistematis pemerintah Indonesia melakukan Penodaan terhadap Tanah Suci Mekkah & Madinah.


Tindakan Negara Republik Indonesia melarang dan membubarkan Ahmadiyah sesuai dengan Penetapan Presiden (Penpres) No.1 / PNPS / 1965 tentang Pencegahan dan / atau Penodaan Agama yang telah diundangkan dengan UU No.5 Tahun 1969 , dan sesuai pula dengan aturan dalam KUHP pasal 156a. Selain itu, sejalan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Th. 1980 dan Th. 2005, sekaligus sejalan juga dengan Fatwa Rabithah ‘Alam Islami (RAI) Th. 1974 dan Keputusan Organisasi Konferensi Islam (OKI) Th. 1985. Bahkan sejalan dengan sikap Lembaga-Lembaga Fatwa di seluruh Dunia Islam, baik Sunni mau pun Syi’ah.

Selain itu, tindakan Negara melarang Ahmadiyah tidak bertentangan dengan Resolusi HAM PBB, karena dalam Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Pasal 18 ayat 3, yang termuat dalam Lembar Fakta HAM PBB ( Fact Sheet – UN Centre for Human Rights ) No.15, dengan tegas dan jelas memberikan Hak kepada Negara untuk melakukan pembatasan hukum yang diperlukan untuk melindungi keselamatan, ketertiban, kesehatan atau moral umum, atau hak asasi dan kebebasan orang lain.

Bahkan pada tanggal 26 Maret 2009, Dewan HAM PBB di Jenewa – Swiss menetapkan bahwa Penistaan Agama adalah Pelanggaran HAM.

Itulah sebabnya, seluruh Dunia Islam telah secara resmi melarang Ahmadiyah di negeri-negeri mereka. Bahkan di Singapura saja, yang bukan negeri Islam, Ahmadiyah tidak disebut Islam dan pemakaman Ahmadiyah dipisahkan dari pemakaman umat Islam. Dan tak satu pun dari negeri-negeri tersebut yang divonis sebagai Pelanggar HAM

Di Indonesia pun, pembubaran PKI dan pelarangan penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme sejak tahun 1966 hingga kini tidak dikatagorikan sebagai pelanggaran HAM.

8. Bukankah Ahmadiyah telah ada di Indonesia sejak Th.1926, bahkan di Th.1953 telah dilegalkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. JA / 23 / 13 tgl.13 Maret 1953, yang kemudian dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI No.26 tgl.31 Maret 1953, sehingga menjadi bukti legalitas sebagai komunitas umat beragama yang harus diakui. Nah, kenapa baru sekarang dituntut pembubaran Ahmadiyah ?

Jawab :

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwasanya UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, Penpres No.1 / PNPS/ 1965, UU No. 5 Tahun 1969 dan KUHP Pasal 156a, secara eksplisit mau pun implisit telah melarang segala bentuk Penodaan dan Penistaan Agama. Karenannya, legalisasi Ahmadiyah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. JA / 23 / 13 tgl.13 Maret 1953 dengan sendirinya batal demi hukum karena bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, sehingga tidak boleh lagi dijadikan sebagai dasar hukum.





Soal sejarah penuntutan pembubaran Ahmadiyah kenapa baru sekarang, padahal keberadaannya sudah sejak tahun 1926. Maka perlu diketahui bahwa tahun 1926 adalah zaman Penjajahan Kolonial Belanda yang punya kepentingan membawa Ahmadiyah ke Indonesia untuk menjadi anteknya, sebagaimana Ahmadiyah di India telah memainkan peranan sebagai Antek Penjajah Inggris.

Sedang Tahun 1953 adalah bagian dari Rezim Orde Lama, pada masa itu jangankan Ahmadiyah yang mengatasnamakan agama, bahkan Komunis pun yang Anti Tuhan dan Anti Agama diizinkan.

Ada pun di era Orde Baru yg sangat represif terhadap Gerakan Islam, maka kondisinya : Jangankan utk bubarkan Ahmadiyah, bahkan untuk melindungi Gerakan Islam saja sulit. Bahkan di th. 1980-an terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para Ulama & Aktivis Islam.

Di masa itu juga, majalah Media Da’wah milik DDII (Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia), pernah memuat foto MGA Al-Kadzdzaab dengan sorban ular melilit di kepala sebagai cover majalah, lalu Media Da’wah dimeja-hijaukan lalu disalahkan & dikalahkan oleh Pengadilan.

Jadi, era sekarang ini merupakan momentum yang paling tepat untuk penuntutan pembubaran Ahmadiyah.

Selain itu, legalisasi Ahmadiyah di Indonesia terus menerus dikoreksi & dikritisi oleh berbagai pihak, sehingga keluar berbagai putusan yang melarang Ahmadiyah karena dinilai sesat dan menyesatkan, antara lain :

A. Fatwa Muhammadiyah Th. 1933 ttg kesesatan Ahmadiyah.
B. Fatwa MUI dalam Munas II Th. 1980 ttg kesesatan Ahmadiyah.
C. Surat Edaran Dirjen Bimas Islam – Departemen Agama RI No. D/BA.01/3099/84 tgl.20 September 1984.
D. Keputusan Syuriah PB NU Th. 1995.
E. SK Kejari Subang – Jawa Barat Th. 1976.
F. SK Kejari Lombok Timur Th. 1983.
G. SK Kejari Sidenreng, Rapang – Sulawesi Selatan Th. 1986.
H. SK Kejari Kerinci – Jambi Th. 1989.
I. SK Kejari Tarakan – Kalimantan Timur Th. 1989.
J. SK Kejari Meulaboh – Aceh Barat Th. 1990.
K. SK Kejati Sumatera Utara Th. 1994.
L. SK Kejati Sulawesi Selatan Th. 1977.
M. Keputusan Bersama Muspida, DPRD, MUI & Ormas Islam di Kuningan – Jawa Barat Th. 2003.
N. Rapat Kordinasi Tim Pakem Pusat Kejaksaan Agung 18 Januari 2005.
O. Keputusan Bersama Muspida, DPRD, MUI, Kepolisian & Ormas Islam di Bogor – Jawa Barat Th. 2005.
P. Fatwa MUI dalam Munas VII pada bulan Juli tahun 2005.
Q. Rapat Kordinasi MUI – Pemerintah pada bulan Agustus tahun 2005.
R. Rekomendasi Bakorpakem tgl. 16 April 2008 tentang pelarangan kegiatan Ahmadiyah di Indonesia.
S. SKB Ahmadiyah oleh Mendagri – Menag – Jaksa Agung tgl. 9 Juni 2008.
T. SK Gubernur Sumatera Selatan ttg Pelarangan Ahmadiyah tgl.1 September 2008.
U. SK Bupati Purwakarta ttg Pelarangan Ahmadiyah tgl.18 Oktober 2008.



9. Apa mesti Ahmadiyah dibubarkan, bukankah sudah ada SKB Peringatan Ahmadiyah Tahun 2008, apa tidak cukup ?


Jawab :


SKB Peringatan tentang Ahmadiyah kontra produktif, karena :

a. SKB tersebut hanya sekedar peringatan tanpa sanksi.
b. SKB tersebut multitafsir sehingga mengambang dan tidak jelas, baik terkait macam kegiatan mau pun jenis sanksinya.
c. SKB tersebut hanya tertuju kepada kelompok JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia), padahal kelompok GAI (Gerakan Ahmadiyah Indonesia), dan kelompok Ahmadiyah lainnya sama sesat.
d. SKB tersebut hanya untuk golongan yang bernama JAI, artinya jika ke depan JAI mengganti nama lain maka tidak terkena SKB.
e. SKB tersebut justru menjadi legitimasi sekaligus legalisasi bagi eksistensi Ahmadiyah, karena tidak ada larangan bagi keberadaannya.
f. SKB tersebut justru telah secara licik menjadikan Ahmadiyah sebagai Umat Beragama yang harus dihormati dan tidak boleh diganggu sebagaimana dipahami dari diktum keempat SKB.
g. SKB tersebut justru secara terang-terangan mengancam umat Islam yang menggangu Ahmadiyah, dan tidak ada ancaman terhadap Ahmadiyah yang menggangu umat Islam, sebagaimana tertera dalam diktum kelima SKB.


Faktanya, sejak SKB Peringatan terhadap Ahmadiyah dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2008 hingga kini, telah terjadi berbagai pelanggaran serius yang dilakukan kelompok Ahmadiyah, sehingga terjadi bentrokan antara umat Islam dan Ahmadiyah di berbagai daerah, antara lain :

a. Peristiwa Manis Lor – Kuningan – Jawa Barat pada tanggal 28 juli 2010 terjadi akibat serangan dan penganiayaan Ahmadiyah terhadap petugas Satpol PP yang sedang melaksanakan tugas penyegelan Masjid Ahmadiyah, sehingga dua anggota Satpol PP terluka terkena sabetan senjata tajam.
b. Peristiwa Cisalada – Bogor – Jawa Barat pada tanggal 1 Oktober 2010 terjadi akibat serangan dan penganiayaan Ahmadiyah terhadap seorang siswa SMK kelas I berusia 15 tahun sehingga mengalami luka tusuk yang sangat serius.
c. Peristiwa Cikeusik – Pandeglang – Banten pada tanggal 6 Februari 2011 terjadi akibat serangan dan penganiayaan Ahmadiyah terhadap dua warga setempat hingga salah satu luka di kepala dan lainnya luka tebas di tangan. Bahkan dalam peristiwa ini terbukti adanya keterlibatan langsung
Ahmadiyah secara institusi karena telah mengirim preman dari luar Cikeusik yang dipimpin langsung oleh Komandan Satgas Ahmadiyah dari Jakarta.

Karenanya, sesuai amanat Penpres No.1 / PNPS / 1965 bahwa suatu aliran sesat yang menodai agama harus diberi peringatan dengan SKB melalui proses rekomendasi Bakorpakem, dan itu sudah dilakukan pemerintah terhadap Ahmadiyah melalui SKB Peringatan Tahun 2008. Lalu, jika SKB dilanggar maka harus diberikan dua macam sanksi :

a. Sanksi Pidana : yaitu bagi orang yang melakukan pelanggaran maka diproses secara hukum sesuai KUHP pasal 156a.
b. Sanksi Administratif : yaitu bagi institusi yang melakukan pelanggaran maka dibubarkan melalui Keppres.
Jadi jelas, dengan fakta dan data tersebut di atas maka Ahmadiyah harus segera dibubarkan dan pimpinannya harus diajukan ke meja hijau.


10. Ada Tokoh Nasional menyatakan bahwasanya biarkan saja Ahmadiyah menikmati kesesatannya, jangan diganggu. Bukankah sikap ini lebih elegan ? Ada lagi tokoh lain yang menyatakan bahwa menyadarkan Ahmadiyah melalui Da’wah jauh lebih efektif ketimbang pembubaran apalagi tindak kekerasan ?


Jawab :

Kesesatan Ahmadiyah adalah pemerkosaan terhadap kesucian dan kehormatan Islam. Jika ada Tokoh Nasional yang menyatakan seperti itu, maka katakan kepadanya bahwa jika suatu ketika nanti kesucian dan kehormatan isteri atau puterinya diperkosa penjahat, maka katakanlah biar saja sang penjahat menikmati kejahatannya, jangan diganggu ! Begitukah sikap elegan ?!

Da’wah adalah kewajiban, dan pembubaran adalah kemestian. FPI bersama sejumlah Ormas Islam lainnya memiliki pengalaman di Kecamatan Selawu perbatasan Garut dan Tasik, yaitu suatu kecamatan yang dihuni mayoritas Ahmadiyah. Sejak tahun 2009, kami melakukan Da’wah di kecamatan tersebut dengan membangun Masjid Al-Aqsha 1, hasilnya dalam setahun tidak kurang dari 300 warga Ahmadiyah kembali masuk Islam. Dan kini sedang direncanakan pembangunan Masjid Al-Aqsha 2 di kecamatan yang sama untuk memperluas jangkauan Da’wah.

Berdasarkan pengalaman tersebut, kami mendapatkan kendala serius dalam berda’wah sebagai akibat dari belum dibubarkannya Ahmadiyah. Fakta membuktikan bahwa untuk mengembalikan seorang warga Ahmadiyah saja, kami harus berhadapan dengan para misionaris Ahmadiyah yang selalu mengawasi setiap anggotanya. Dan setiap warga Ahmadiyah yang kembali ke Islam kerap mendapat ancaman, terror dan intimidasi. Jadi, mata rantai keorganisasian Ahmadiyah merupakan tembok kokoh yang memisahkan warga Ahmadiyah dari sentuhan Da’wah Islam yang datang dari mana pun. Itulah karenanya, pembubaran Ahmadiyah menjadi kemestian untuk memperlancar proses da’wah pengembalian warganya kepada Islam yang benar.

Soal kekerasan, sebagaimana telah diuraikan di jawaban soal 9 bahwasanya Ahmadiyahlah yang telah memulai kekerasan itu sendiri, mulai dari pelanggaran SKB hingga penyerangan fisik terhadap umat Islam di sekitar mereka. Tindak kekerasan terhadap Ahmadiyah tidak akan terjadi selama Ahmadiyah mematuhi SKB dan pemerintah tegas menindak serta member sanksi bagi setiap pelanggaran terhadap SKB.

VI. AKTIVITAS FPI TERHADAP AHMADIYAH


Sejak kedatangan Khalifah Ahmadiyah keempat, Mirza Tahir Ahmad (1982 – 2003), ke Indonesia pada tahun 2000, yang disambut dengan penuh hormat oleh sejumlah petinggi negara dan tokoh nasional, bahkan diperlakukan sebagai tamu negara, maka Ahmadiyah berencana memindahkan Markas Ahmadiyah dari London – Inggris ke Indonesia. Sejak itu pula lah FPI dan berbagai Ormas Islam mulai mewaspadi Ahmadiyah dan menumpahkan perhatian terhadap segala sepak terjangnya serta berupaya untuk selalu mengantisipasi setiap penyebaran ajarannya.

Sejak tahun 2000 hingga kini, langkah-langkah yang telah diambil FPI dalam upaya pembubaran Ahmadiyah dan pelarangan penyebaran ajarannya serta pembinaan warganya, antara lain :

1. Melakukan pengkajian mendalam dan menyeluruh tentang hakikat ajaran Ahmadiyah.
2. Memfatwakan kesesatan dan kekafiran Ahmadiyah.
3. Melakukan sosialisasi tentang kesesatan dan kekafiran Ahmadiyah kepada masyarakat.
4. Mengajak kerjasama berbagai Ormas Islam untuk berjuang membubarkan Ahmadiyah.
5. Mendorong MUI agar mengeluarkan Fatwa tentang Ahmadiyah.
6. Mendorong Bakorpakem agar merekomendasikan pembubaran Ahmadiyah.
7. Mendorong Pemerintah Daerah di berbagai tempat untuk membuat Perda atau SK tentang pelarangan Ahmadiyah.
8. Membuat tulisan, selebaran, buku, rekaman Audio Video, Tabligh Akbar, seminar, dialog, wawancara, dan yang sejenisnya tentang kesesatan dan kekafiran Ahmadiyah.
9. Menggelar Demo dan Aksi Damai serta Audensi ke berbagai instansi pemerintah terkait persoalan Ahmadiyah.
10. Melakukan Da’wah terhadap warga Ahmadiyah agar kembali kepada Islam.
11. Melakukan Pembinaan secara berkesinambungan terhadap warga Ahmadiyah yang telah kembali kepada Islam.
12. Memberi perlindungan terhadap warga Ahmadiyah yang telah kembali kepada Islam dari segala ancaman, teror dan intimidasi.
13. Melakukan Advokasi terhadap korban kezaliman Ahmadiyah.
14. Menyurati Rabithah ‘Alam Islami dan Organisasi Konferensi Islam tentang Ahmadiyah di Indonesia.
15. Menuntut Presiden mengeluarkan Keppres Pembubaran Ahmadiyah.


FPI tidak pernah mengagendakan tindak kekerasan dalam bentuk apa pun terhadap warga Ahmadiyah. Ada pun keterlibatan oknum anggota atau simpatisan FPI dalam beberapa kejadian bentrokan antara umat Islam dan Ahmadiyah di sejumlah tempat merupakan spontanitas mereka sebagai muslim dan anggota masyarakat setempat, sehingga tindakan mereka tidak ada kaitan apa pun dengan program dan agenda organisasi FPI.

VII. USULAN


Oleh karena SKB Peringatan terhadap Ahmadiyah tidak produktif, dan terus menerus dilanggar oleh Ahmadiyah sejak diterbitkan pada tanggal 9 Juni 2008 hingga sekarang, maka sesuai amanat Penpres No.1 / PNPS / 1965 dan UU No.5 Tahun 1969, kami Dewan Pimpinan Pusat – Front Pembela Islam mengusulkan agar Bapak Presiden segera mengeluarkan Keppres tentang Pembubaran Ahmadiyah dan Pelarangan Penyebaran Ajarannya serta Pembinaan Warganya, yang isinya mencakup :

1.


Pembubaran institusi / organisasi Ahmadiyah, baik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI – Qodiyani) mau pun Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI – Lahore), atau pun yang menggunakan nama lainnya.
2. Pelarangan penyebaran ajaran Ahmadioyah dan segala bentuk kegiatannya.
3. Penyitaan semua sarana misi penyebaran ajaran Ahmadiyah, baik berupa barang cetakan, audio video mau pun elektronik.
4. Pembekuan semua aset milik Ahmadiyah dan Penutupan semua tempat kegiatannya.
5. Pembinaan warga Ahmadiyah untuk dikembalikan ke ajaran Islam yang benar.


Bagi warga Ahmadiyah yang taubat dan kembali kepada Islam maka ia menjadi bagian dari kaum muslimin sehingga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslimin lainnya. Sedang bagi yang tidak mau taubat dan tetap ingin menjadi seorang Ahmadiyah, maka karena statusnya adalah Sesat, Murtad dan Kafir maka ia TIDAK BOLEH :

1. Mengaku sebagai orang Islam.
2. Menggunakan Dua Kalimat Syahidat.
3. Mengambil Rukun Iman dan Rukun Islam.
4. Melakukan ibadah atau ritual apa pun yang berasal dari ajaran Islam, seperti : Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, dan lain sebagainya.
5. Menggunakan lambang, simbol, atribut dan ajaran Islam yang mana pun.
6. Membaca, membawa atau pun menyentuh mush-haf Al-Qur’an.
7. Menggunakan Al-Qur’an mau pun As-Sunnah untuk apa pun.
8. Menikah dengan orang Islam.
9. Masuk ke dalam Masjid.
10. Masuk ke Tanah Suci Mekkah dan Madinah untuk Haji, ‘Umrah mau pun Ziarah.
11. Dishalatkan dan dikuburkan di pemakaman umat Islam.
12. Mencantumkan agama Islam dalam semua dokumen pribadinya seperti : KTP, SIM, Kartu Keluarga, Paspor dan sebagainya.
13. Menjadi PNS karena dikhawatirkan menyalah-gunakan jabatannya untuk menyebarkan ajarannya.
14. Memiliki hak politik memilih karena dikhawatirkan akan menjadi pintu kolaberasi dengan Partai Politik untuk melegalkannya.
15. Memiliki hak politik dipilih karena dikhawatirkan akan menjadi pintu meraih kekuasaan yang kemudian disalah-gunakan untuk melindungi dan membesarkan ajarannya.


Barangsiapa yang melanggar ketentuan di atas maka harus diproses secara hukum sesuai dengan KUHP pasal 156a.

Jakarta, 26 Rabi’ul Awwal 1432 H / 1 Maret 2011 M

Dewan Pimpinan Pusat – Front Pembela Islam

Ketua Umum Sekretaris Jenderal


Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab KH. Ahmad Sabri Lubis



fpi.or.id

0 komentar:

Posting Komentar