Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dinilai adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap pembelian pesawat Merpati MA-60. Namun sampai detik ini, dia sama sekali tidak pernah menjelaskan dugaan keterlibannya dalam proyek pembelian 15 pesawat produksi X’ian Aircraft Co Ltd.
Padahal mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pernah meminta Mari Pangestu untuk menjelaskan mengapa Merpati Airline membeli pesawat yang tidak lulus sertifikasi Federal Aviation Administration (FAA). Bahkan JK pun mengaku, kalau dirinya pernah dilobi oleh produsen dan broker penjual pesawat untuk mendukung pembelian tersebut. JK sendiri menolak pembelian pesawat itu.
Lantas mengapa Mari tidak mau memberikan keterangan seperti yang diminta JK tersebut. Apa sih susahnya. Kalau dia tidak punya nyali untuk menjelaskannya, maka kontroversi keterlibatan dirinya dan suaminya dalam pembelian pesawat itu adalah benar. Sebab Mari adalah pihak yang memaksa pemerintah untuk membeli pesawat yang tak lolos sertifikasi FAA.
Menanggapi kontroversi keterlibatan Mari Pangestu dan suaminya tersebut, menurut anggota PDI Perjuangan Rendy Lamajido harus diungkap kebenarannya. “Saya tidak tahu pasti sejauhmana keterlibatan suami Mari Pangestu terlibat. Tapi nepotisme ini harus dibongkar,” kata Rendy Lamajido kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu, Rabu (11/5).
Apalagi pesawat tersebut, menurut dia lagi, tidak lolos sertifikasi FAA. Vokalis di Komisi V DPR ini sangat menyesalkan mengapa pemerintah saat itu mau begitu saja membeli pesawat MA-60. Tegas Rendy, tidak boleh hanya karena nepotisme, keselamatan para penumpang dipertaruhkan Rakyat Merdeka
Siapa Perkenalkan MA-60 ke RI?
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu digugat untuk menjelaskan kepada publik alasan dari keputusan pemerintah membeli 15 unit pesawat tipe MA-60 sebagai armada maskapai PT Merpati Nusantara Airlines (persero). Mari pun diminta membuka siapa sebenarnya yang memperkenalkan pesawat itu kepada Indonesia.
Anggota DPR Akbar Faisal mengatakan, kasus pengadaan 15 pesawat Merpati ini akan terus menjadi bola liar jika Mari Pangestu tidak secepatnya membuka ke publik. Apalagi, pesawat MA-60 ini pernah ditolak untuk dibeli Jusuf Kalla saat masih menjabat wapres.
Menurutnya, keputusan pemerintah dan Merpati membeli MA-60 pantas dipertanyakan. “MA-60 produk baru yang belum teruji. Buktinya, baru dua bulan dipakai sudah jatuh. Kenapa kita harus beli dengan harga mahal, kalau barang tidak teruji,” katanya di Jakarta, Selasa 10 Mei 2011.
Karena itu, politisi Partai Hanura ini berharap, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu untuk berbicara terbuka. “Berbicaralah bu Mari. Apa dasar pertimbangan pembeliannya. Siapa sebenarnya yang memperkenalkan MA-60 ini kepada Indonesia. Apa motif dia memperkenalkan pesawat itu. Benarkah ada tekanan dari pihak-pihak tertentu hingga akhirnya MA-60 produksi China lebih menjadi pilihan daripada CN-235 buatan Indonesia. Lalu apa alasan yang melatari penekanan itu,” sebut Akbar Faisal.
Pengadaan pesawat MA-60 Merpati kini menjadi sorotan banyak pihak karena salah satu pesawatnya jatuh di Kaimana, Papua Barat, setelah dua bulan dipergunakan menerbangi wilayah Indonesia timur itu. Dalam kecelakaan tersebut, 27 Orang dilaporkan tewas. Selain kecelakaan karena dugaan tidak sesuainya spesifikasi pesawat dengan keadaan geografis Indonesia, harga pesawat buatan Xi’an Aircraft Industrial Corporation China ini juga ditengarai sarat markup.
Pesawat berharga normal 11,1 juta dolar Amerika per unit itu disebut-sebut dibeli Indonesia dengan nilai 14,3 juta dolar Amerika per pesawat pada 2009 lalu. Namun, Dirut PT Merpati Nusantara Airlines mengoreksi harga beli pesawat itu menjadi 11,2 juta dolar Amerika per unit.
Akbar Faizal mengatakan untuk pesawat baru yang belum teruji keandalannya, harga sebesar itu terbilang mahal untuk MA-60. “Pesawatnya masih uji coba langsung kita beli mahal. Wajar untuk dipertanyakan. Karenanya, bu Mari harus menjelaskan semua hal di balik pembelian pesawat ini secepatnya,” tandas Akbar.
Harga Beli M-60 Kian Misterius
Harga beli 15 pesawat tipe M-60 buatan China untuk armada Merpati Nusantara Airlines (MNL) semakin misterius. Dirut MNL Sardjono Jhonny mengatakan pesawat itu dibeli dengan harga 11,2 juta dolar AS per unit. Namun, anehnya negara justru mengeluarkan anggaran 220 juta dolar AS untuk 15 pesawat.
Keanehan itu juga dirasakan mantan Wapres Jusuf Kalla yang pada 2008 lalu menentang keras pembelian pesawat buatan Xian Air Craft tersebut. Namun, ia tidak mau memvonis adanya markup harga dalam pengadaan pesawat tersebut. “Lebih baik diteliti dengan baik dan ditanyakan kepada Menkeu dan Menteri Perdagangan,” kata Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu 11 Mei 2011.
Tetapi, ia tidak menampik jika ada keunikan dalam pembelian pesawat tersebut jika dilakukan kalkulasi biaya yang dikeluarkan pemerintah dengan harga beli pesawat yang dilansir pihak MLN. “Agak unik memang. Merpati menyebutkan harganya berkisar 11,2 juta dolar AS per unit. Kalau dikalikan 15 berarti hanya 160 juta dolar AS. Loh sisanya ke mana karena pemerintah mengeluarkan biaya 220 juta dolar AS,” gambar Jusuf Kalla.
Namun, dia tetap tidak mau menduga-duga dan mempersilakan wartawan mempertanyakan kepada Menkeu dan Menteri Perdagangan berapa harga beli riil pesawat itu per unitnya. Sejak satu dari 13 pesawat M-60 yang sudah datang milik Merpati jatuh di Kaimana, Papua Barat, berembus kabar pengadaan pesawat tersebut sarat ketidakberesan dan ada dugaan terjadinya penggelembungan harga.
Pesawat yang ditentang pembeliannya oleh Wapres dan DPR periode lalu itu pun, kabarnya dibeli karena adanya tekanan pemerintah China yang mengancam membatalkan proyek pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt jika Indonesia urung membeli M-60. Proyek listrik itu dibangun dan didanai oleh pemerintah China dengan anggaran Rp 80 triliun. MATANEWS
Diposting oleh
PUTRA BETAWI
Published on Kamis, 12 Mei 2011
Suami Mari Pangestu Diduga Jadi Broker Pembelian Pesawat MA-60 Merpati ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar