Diposting oleh
PUTRA BETAWI
Published on Rabu, 20 April 2011
Presiden SBY Tidak Becus Atasi Perampok Somalia
Presiden SBY dinilai tidak becus melindungi keselamatan warga negaranya. Ini terkait lambannya pemerintah mengakhiri tragedi kemanusiaan di laut Somalia. Memasuki minggu ketiga, pemerintah masih saja berkutat pada opsi negosiasi pembebasan sandera kapal MV Sinar Kudus yang tak kunjung berhasil. Padahal, kemampuan personel Kopassus jauh melebihi pasukan mana pun di dunia ini, tak terkecuali Amerika Serikat.
“PRESIDEN bisa minta kepada Kopassus, bebaskan para sandera itu dengan segala biaya negara yang tidak terbatas. Langsung saja SBY bilang, hai Kopassus kembalikan awak kapal itu. Selesai. Persoalannya, presiden kita ini tidak becus,” tegas pengamat intelijen DR AC Manullang kepada Monitor Indonesia, Sabtu (16/4/2011).
Manullang lantas membandingkan SBY dengan Soeharto. Pada era Soeharto, operasi militer langsung digelar ketika pesawat Woyla dibajak teroris pada 1981. Saat itu, lanjut Manullang, Soeharto langsung memerintahkan Kopassus untuk menggelar operasi militer.
“Lihat saja Soeharto, dengan cepat para teroris yang membajak Woyla bisa dilumpuhkan dengan sukses oleh Kopassus. Kenapa ini tidak bisa?” papar dia.
Padahal, sambung Manullang, kemampuan personel Kopassus saat ini sangat jauh di atas kemampuan pasukan negara lain.
“Kopassus kita jauh lebih hebat dari Amerika, Prancis, Malaysia, dan Cina. Kopassus mampu tidak makan tujuh hari, hanya dengan makan jagung, dan minum air laut. Mereka tidak harus dikasih roti. Itulah kehebatan Kopassus kita. Kopassus jauh lebih mampu dari tentara dunia ini,” nilainya.
Sehingga, opsi menggelar operasi militer untuk pembebasan 20 ABK Sinar Kudus yang kini disandera perompak Somalia sangat realistis. Lagipula, opsi negosiasi yang tengah diupayakan pemerintah, menurut Manullang, hanya buang-buang energi saja.
“Di dunia ini tidak pernah ada penyandera langsung membebaskan sandera sesudah menerima uang tebusan. Perompak itu pasti berubah-ubah tergantung dari pesan sponsor. Karena ada yang membiayai para perompak itu,” ungkap mantan Kepala Bakin (sekarang BIN) ini.
Itulah sebabnya, opsi militer menjadi pilihan satu-satunya yang harus segera dilaksanakan. Lagipula, jika permintaan uang tebusan itu dipenuhi, itu sama saja menghabisi harga diri negara Indonesia.
“Tidak perlu itu. Yang perlu adalah pembebasan sandera. Apabila dibayar maka habislah harga diri negara ini. Harga diri negara ini hancur karena ketidakmampuan militer dan negara,” tukas pria yang pernah menimba ilmu intelijen di sejumlah negara ini.
Sehingga, sambung dia, pernyataan Menkopolkam Djoko Suyanto yang mengatakan operasi militer sangat sulit dilakukan, merupakan pernyataan yang tidak seharusnya diucapkan.
“Bilang dari saya, bahwa Menkopolkam itu bukan seorang intelijen. Dia itu hanya sebatas militer. Intelijen itu tak lain adalah serangkaian tindakan kerja keras yang pantang mundur. Harus bisa,” katanya.
Sebab, masih kata Manullang, operasi militer sangat membutuhkan data intelijen yang akurat dan tepat waktu. Pertanyaannya, apakah intelijen sudah tahu posisi persis kapal itu?
“Intelijen kita sangat lemah luar biasa dalam hal ini BIN. Sebenarnya lokasi perompak itu sangat strategis diserbu. Asal kita tahu dimana markasnya. Ya serbulah markasnya. Masalahnya, intelijen kita tidak punya data akurat,” nilai Manullang.
Sebenarnya SBY itu Militer Apa Ya? Kok Ciut Hadapi Perompak
Sejarah mencatat, terdapat beberapa kisah heroik yang pernah dilakukan seorang presiden. Salah satunya, Presiden Chili yang mengerahkan segala tenaga dan pikirannya untuk menyelamatkan para penambang yang terjebak di bawah tanah. Bahkan, ia pun rela menginap di lokasi tambang itu.
SELAIN itu, tragedi jatuhnya pesawat Adam Air di laut Sulawesi beberapa tahun lalu juga menyisakan kisah heroik. Saat itu, tercatat satu orang warga negara AS yang turut menjadi korban pesawat naas itu. Tak menunggu lama, kapal induk AS langsung diperintahkan untuk menyisir lokasi jatuhnya pesawat itu. Hasilnya, kotak hitam pesawat itu pun ditemukan dan dibawa ke AS untuk diteliti lebih lanjut.
Nah, terkait aksi perompak Somalia yang menyandera 20 WNI, bagaimana dengan Presiden SBY? Menurut mantan Juru Bicara Presiden di masa Abdurrahman Wahid, Adie Massardi, SBY sudah jelas-jelas melanggar amanat konstitusi.
“SBY tidak bertanggungjawab kepada warga negaranya. Ini tentunya melanggar konstitusi, karena negara itu wajib melindungi warganya. Saya menilai ini lebih kepada amburadulnya manajemen pemerintahan SBY,” tukas Adie kepada Monitor Indonesia, Sabtu (16/4/2011).
Ketidakberdayaan SBY menghadapi perompak Somalia, lanjut dia, sedikit banyak berhubungan dengan latar belakang militer SBY. Dia menceritakan, di kalangan tentara SBY memang dikenal sebagai tentara pasif.
“Yang saya dengar, di kalangan tentara itu SBY dikenal sebagai tentara pasif. Ketika peperangan Fretilin di Timtim beberapa tahun lalu, yang lain sudah berperang dia masih asyik-asyik saja, seolah mengatur strategi. Bahkan, dia kurang mampu dalam memimpin. Satu-satunya yang dia mampu hanya soal pencitraan dan kemudian terlihat seolah-olah pintar,” sindir dia.
Menurut Adie, sikap pemerintah yang mengklaim tidak bertanggungjawab soal negosiasi dengan perompak Somalia juga memberikan penegasan lain betapa buruknya rezim SBY. Sebab, secara moral negara harus bertanggungjawab kepada warga negaranya.
“Secara moral sangat bertanggungjwab. Itu sikap yang ngawur dan pandangan ini adalah pandangan SBY. Ini bukan soal wajib atau tidak wajib. Tapi soal moral dan tanggungjawab. Ini bukan perorangan tapi warga negara,” imbuh Adie.
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada Monitor Indonesia, Sabtu (16/4/2011) menjelaskan, pemerintah Indonesia tidak wajib bernegosiasi dengan para perompak Somalia. Pemilik kapal yang harus negosiasi dengan pihak perompak. Pemerintah hanya menjalin komunikasi dengan pemerintah Somalia dan masyarakat di sana.
Itu sebabnya, Adie menuding Presiden SBY tidak mempunyai nyali, sehingga akhirnya tidak punya tanggungjawab membebaskan warga negaranya.
“Perompakan bajak laut terhadap Indonesia adalah yang paling lama disandera. Negara yang lain hanya seminggu dua minggu selesai, entah bagaimana caranya. Ini membuktikan kepada kita semua, rezim SBY memang tidak peduli terhadap rakyatnya. Yang di depan mata saja tidak peduli. Apalagi yang jauh?” sentil Adie. MONITOR
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar